Soloensis

Cerdaskan Bangsa Melalui Media Massa

Berpegang pada prinsip “jangan begitu mudah menyerah atau kau akan kalah” ku awali setiap langkahku. Sudah sejak belia aku mencintai bahasa Indonesia hingga kuputuskan masuk jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Inilah awal kecintaanku terhadap Surakarta, kota budaya dengan sejuta kenangan dan kreativitas warganya. Empat tahun tinggal di kota berseri ini membuatku benar-benar merasa jatuh cinta. Kini kumiliki dua cinta, cinta terhadap bahasa Indonesia dan cinta terhadap Surakarta.

Awalnya kecintaan terhadap bahasa Indonesia hanya kutuangkan sebatas pada dunia akademis saja. Mendalami setiap materi perkuliahan dengan baik, meraih nilai yang tinggi, dan membaca berbagai buku tentang sastra Indonsia.
Kejenuhan mulai mucul ketika hal-hal tersebut terasa monoton. Sebuah pemikiran sederhana lantas muncul. Bagaimana caranya agar ilmu yang kudapatkan dapat kubagi dengan orang lain dan bermanfaat bagi orang lain?

Ada sedikit keinginan untuk menulis kala itu. Namun keberanian tak cukup menunjang untuk menulis. Sampai pada akhirnya aku terpilih sebagai salah satu pemakalah dalam sebuah seminar tentang bahasa yang diadakan di kampusku. Mulai dari sana keinginanku untuk menulis semakin tinggi. Kubentangkan sayapku perlahan hingga sedikit-demi sedikit mulai melebar. Aku mulai menulis untuk berbagai karya tulis ilmiah nasional dan beberapa kali masuk sebagai finalis.

Kecanduanku terhadap dunia tulis-menulis semakin tinggi. Aku mulai terlibat dalam Kongres Bahasa Indonesia X yang diselenggarakan di Jakarta. Bahkan aku sempat menjadi salah satu narasumber di salah satu stasiun televisi swasta berskala nasional, mewakili generasi muda Indonesia, bersanding bersama ahli bahasa dan orang hebat lainnya.

Semakin lama hasrat untuk menulis semakin tinggi, namun kebingungan melanda ketika kelulusan sudah mulai dekat. Ketika status sebagai mahasiswa hilang, maka kesempatan untuk berkecimpung di dunia karya tulis ilmiah secara otomatis akan hilang. Aku terus berpikir, mencari cara agar aku dapat berkarya. Menulis untuk mencerdaskan bangsa tanpa harus menyandang status mahasiswa.

Pada akhirnya, wahyu itu datang. Ku beranikan diri mengirim pesan ke fanspage Solopos. Di situlah awal mula kutemukan jati diri. Aku mulai mengirim karya untuk rubrik Humaniora pada kolom bahasa. Sebuah kebanggaan muncul ketika karyaku dimuat. Hasrat untuk mencerdaskan bangsa semakin menggebu. Aku terus mengirim karya, entah dimuat atau tidak, aku akan terus berupaya. Ada semacam gumpalan yang mengganjal di hati ketika kudapati fenomena berbahasa Indonesia namun tidak kutuangkan dalam bentuk tulisan.

Solopos betul-betul telah memberi semangat untukku memperjuangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang harus dihargai dan dibanggai oleh pengguna bahasanya sendiri, rakyat Indonesia. Jika Solopos tidak menyediakan kolom khusus bahasa, entah melalui apa kutuangkan kecintaanku ini. Semakin sering mengirim karya dan semakin sering karya dimuat, semakin tinggi pula hasrat untuk berbagi ilmu dengan sesama. Apalagi ada penghargaan berupa fee dari Solopos. Namun bukanlah itu esensinya. Menulis bukan urusan dibayar atau tidak dibayar, melainkan sampai atau tidak sampainya informasi yang diberikan penulis kepada pembaca.
Sungguh rasa cintaku terhadap bahasa Indonesia sudah tidak dapat kubendung lagi. Aku harus mencari cara agar hasratku ini tersampaikan. Aku harus terus menulis. Aku harus terus berkarya. Solopos adalah tonggak awalku menulis untuk sesama. Awal bagiku memiliki keberanian berbagi ilmu yang telah ku dapatkan.

Hasrat untuk menulis ini semakin tak bisa dibendung. Aku harus terus menulis. Aku harus terus berkarya. Kecintaanku terhadap bahasa Indonesia harus kutularkan kepada pengguna bahasa Indonesia yang lain, bahkan jika memungkinkan, pengguna bahasa lain juga harus melirik bahasa Indonesia melalui tulisanku.

Solopos adalah media yang telah membantuku mengupayakan mencerdaskan bangsa melalui tulisan. Semoga karyaku bermanfaat bagi pembaca Solopos dan dapat diamalkan dengan sebagaimana mestinya. Semakin banyak menulis, semakin banyak pula ilmu yang kubagikan untuk sesama karena sesungguhnya ilmu yang bermanfaat tak akan pernah putus amalannya di hadapan Allah SWT.

Apakah tulisan ini membantu ?

Ririn

I love reading and I love writing!

View all posts

3 comments