Soloensis

Nasehat Untuk Seorang Muslim

foto: https://www.mustafalan.com

Nasehat merupakan pilar ajaran Islam. Di antara bentuk nasehat yang perlu dilakukan oleh tiap-tiap muslim adalah beri tambahan nasehat kepada saudaranya sesama muslim. Namun, nasehat ini tidak sempit sebagaimana yang dianggap oleh lebih berasal dari satu orang. Karena hakekat berasal dari nasehat adalah berharap kebaikan bagi saudaranya. Lawan berasal dari nasehat adalah melaksanakan penipuan. Sementara menipu merupakan dosa besar yang sebabkan rusaknya keimanan seorang hamba. Maka sudah semestinya tiap-tiap muslim bersemangat untuk menunaikan nasehat kepada sesama saudaranya demi terjaganya iman di di dalam dirinya dan demi kebaikan saudaranya.

عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ

Dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, dia berkata: “Aku berbai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selamanya mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan nasehat (menghendaki kebaikan) bagi tiap-tiap muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kewajiban seorang muslim atas muslim yang lain ada enam.” Lalu ada yang bertanya, “Apa itu ya Rasulullah.” Maka beliau menjawab, “Apabila kamu bersua dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya, kalau dia mengundangmu maka penuhilah undangannya, kalau dia berharap nasehat kepadamu maka berilah nasehat kepadanya, kalau dia bersin setelah itu memuji Allah maka doakanlah dia -dengan bacaan yarhamukallah-, kalau dia sakit maka jenguklah dia, dan kalau dia meninggal maka iringilah jenazahnya.” (HR. Muslim)

an-Nawawi rahimahullah berkata:

فَمَعْنَاهُ طَلَبَ مِنْك النَّصِيحَة ، فَعَلَيْك أَنْ تَنْصَحهُ ، وَلَا تُدَاهِنهُ ، وَلَا تَغُشّهُ ، وَلَا تُمْسِك عَنْ بَيَان النَّصِيحَة

“Maknanya: -apabila- dia berharap nasehat darimu, maka perlu bagimu untuk menasehatinya, jangan cuma mencari muka di hadapannya, jangan pula menipunya, dan janganlah kamu mencegah diri untuk menerangkan nasehat –kepadanya-.” (Syarh Muslim [7/295] asy-Syamilah)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمُؤْمِنِ عَلَى الْمُؤْمِنِ سِتُّ خِصَالٍ يَعُودُهُ إِذَا مَرِضَ وَيَشْهَدُهُ إِذَا مَاتَ وَيُجِيبُهُ إِذَا دَعَاهُ وَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِذَا لَقِيَهُ وَيُشَمِّتُهُ إِذَا عَطَسَ وَيَنْصَحُ لَهُ إِذَا غَابَ أَوْ شَهِدَ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada enam kewajiban seorang muslim kepada mukmin yang lain. Apabila saudaranya sakit hendaknya dia jenguk. Apabila dia dapat meninggal hendaknya dia turut menyaksikannya. Apabila bersua maka hendaknya dia ucapkan salam kepadanya. Apabila dia bersin hendaknya mendoakannya. Dan kalau dia pergi/tidak ada atau tengah ada -ada di hadapannya- maka hendaknya dia bersikap nasehat kepadanya.” (HR. Tirmidzi, beliau bicara hadits hasan sahih)

al-Mubarakfuri rahimahullah berkata:

وَحَاصِلُهُ أَنَّهُ يُرِيدُ خَيْرَهُ فِي حُضُورِهِ وَغَيْبَتِهِ ، فَلَا يَتَمَلَّقُ فِي حُضُورِهِ وَيَغْتَابُ فِي غَيْبَتِهِ فَإِنَّ هَذَا صِفَةُ الْمُنَافِقِينَ

“Kesimpulannya adalah hendaknya seorang muslim selamanya mengidamkan kebaikan bagi saudaranya, baik tepat dia ada ataupun tidak ada, dan janganlah dia cuma bahagia mencari muka tepat berada di hadapannya dan menggunjingnya kalau saudaranya itu tidak ada di hadapannya, gara-gara sesungguhnyahal ini terhitung ciri orang-orang munafik.” (Tuhfat al-Ahwadzi [7/44] asy-Syamilah)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلًا فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu tepat melalui setumpuk makanan -yang dijual- setelah itu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya setelah itu jari beliau beroleh basah-basah di dalamnya. Maka beliau berkata, “Wahai pemilik/penjual makanan, kenapa ini?”. Dia menjawab, “Terkena air hujan ya Rasulullah.” Maka Nabi berkata, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di atas tumpukan makanan itu agar orang-orang dapat melihatnya. Barangsiapa yang menipu maka dia bukan terhitung golongan kami.” (HR. Muslim)

ash-Shan’ani rahimahullah berkata:

وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ الْغِشِّ وَهُوَ مُجْمَعٌ عَلَى تَحْرِيمِهِ شَرْعًا مَذْمُومٌ فَاعِلُهُ عَقْلًا

“Hadits ini merupakan dalil yang menyatakan diharamkannya penipuan, dan perihal itu adalah perkara yang sudah disepakati keharamannya berdasarkan syari’at dan dicela pelakunya menurut logika.” (as-Subul as-Salam [4/134] asy-Syamilah)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

ومن حقوق المسلم على المسلم أن تنصحه إذا استنصحك ، فتشير عليه بما تحبه لنفسك ، فإن من غش فليس منا ، فإذا شاورك في معاملة شخص أو في تزويجه أو غيره ، فإن كنت تعلم منه خيرا فأرشده إليه ، وإن كنت تعلم منه شرا ، فحذره ، وإن كنت لا تدري عنه ، فقل له : لا أدري عنه ، وإن طلب أن تبين له شيئا من الأمور التي تقتضي البعد عنه ، فبينه له

“Di antara kewajiban seorang muslim atas muslim yang lain adalah kamu perlu menasehatinya kalau dia berharap nasehat kepadamu, agar kamu dapat menyatakan kepadanya apa yang kamu senangi untuk dirimu sendiri, gara-gara orang yang menipu bukan terhitung golongan kita. Apabila dia bermusyawarah kepadamu -meminta saran- tepat perihal bersama bersama seseorang atau di dalam urusan pernikahannya atau urusan yang lain, maka kalau kamu sadar kebaikan darinya maka arahkanlah ia kepadanya. Apabila kamu sadar keburukan darinya maka peringatkanlah dia darinya. Apabila kamu tidak sadar tentangnya maka katakanlah kepadanya; aku tidak sadar tentangnya. Apabila dia berharap kamu untuk menerangkan suatu perihal perkara yang semestinya dia menghindari darinya maka terangkanlah perihal itu kepadanya.” (adh-Dhiya’ al-Lami’ min al-Khuthab al-Jawami’ [1/233] asy-Syamilah)

Syaikh Abdullah bin Jarullah berkata:

وإذا استنصحك فانصح له أي إذا استشارك في عمل من الأعمال هل يعمله أم لا ؟ فانصح له بما تحب لنفسك فإن كان العمل نافعا من كل وجه فحثه على فعله وإن كان مضرا فحذره منه وإن احتوى على نفع وضر فاشرح له ذلك ووازن بين المنافع والمضار والمصالح والمفاسد وكذلك إذا شاورك في معاملة أحد من الناس أو التزوج منه أو تزويجه فأظهر له محض نصحك واعمل له من الرأي ما تعمله لنفسك وإياك أن تغشه في شيء من ذلك فمن غش المسلمين فليس منهم وقد ترك واجب النصيحة ، وهذه النصيحة واجبة على كل حال ولكنها تتأكد إذا استنصحك وطلب منك الرأي النافع

“Apabila dia berharap nasehat kepadamu maka berilah nasehat kepadanya, bermakna kalau dia berharap masukan kepadamu perihal suatu pekerjaan apakah dia sebaiknya melakukannya atau tidak? Maka nasehatilah dia bersama bersama suatu perihal yang kamu sukai bagi dirimu. Apabila pekerjaan itu berfaedah berasal dari begitu banyak ragam segi maka doronglah dia untuk melakukannya. Apabila perihal itu beresiko maka peringatkanlah dia darinya. Apabila perihal itu membawa takaran manfaat dan madharat maka jelaskanlah kepadanya perihal itu, dan bandingkanlah untuknya antara manfaat dan madharat, atau maslahat dan mafsadat yang ada. Demikian terhitung kalau dia berharap arahan kepadamu di dalam urusan muamalah bersama bersama seseorang atau hendak menikah dengannya maka tunjukkanlah kepadanya sikap tulusmu di dalam beri tambahan nasehat. Gunakanlah pendapat di dalam menasehatinya bersama bersama pendapat yang kamu sukai bagi dirimu. Janganlah kamu menipunya di dalam perkara itu. Karena barangsiapa yang menipu kaum muslimin maka dia bukan terhitung golongan mereka dan dia sudah meninggalkan kewajiban nasehat. Nasehat ini hukumnya perlu -secara mutlak- di dalam keadaan apapun, dapat tetapi kewajiban ini menjadi ditekankan tatkala dia berharap nasehat kepadamu dan berharap arahan yang berfaedah kepadamu.” (Kamal ad-Din al-Islami wa Haqiqatuhu wa Mazayahu, perihal 77. menyaksikan terhitung Bahjat al-Qulub al-Abrar, perihal 114 asy-Syamilah)

عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا

Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu’anha, dia menyebutkan bahwa suatu tepat Mu’waiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm mengidamkan melamarku, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun Abu Jahm, dia itu tidak dulu menempatkan tongkatnya berasal dari bahunya. Adapun Mu’awiyah adalah orang yang miskin, tak berharta. Menikahlah bersama bersama Usamah bin Zaid.” Namun aku tidak menyukainya. Lalu beliau bersabda, “Menikahlah bersama bersama Usamah.” Maka akupun menikah dengannya agar Allah menjadikan kebaikan padanya (HR. Muslim)

an-Nawawi rahimahullah berkata:

وَفِيهِ دَلِيل عَلَى جَوَاز ذِكْر الْإِنْسَان بِمَا فِيهِ عِنْد الْمُشَاوَرَة وَطَلَب النَّصِيحَة وَلَا يَكُون هَذَا مِنْ الْغِيبَة الْمُحَرَّمَة بَلْ مِنْ النَّصِيحَة الْوَاجِبَة . وَقَدْ قَالَ الْعُلَمَاء إِنَّ الْغِيبَة تُبَاح فِي سِتَّة مَوَاضِع أَحَدهَا الِاسْتِنْصَاح

“Di di dalam hadits ini terkandung dalil yang menyatakan bolehnya menyebutkan apa-apa yang terkandung pada diri seseorang tepat bermusyawarah dan berharap nasehat, dan perihal ini tidak terhitung di dalam tingkah laku ghibah/menggunjing yang diharamkan, lebih-lebih perihal ini adalah nasehat yang wajib. Para ulama menyebutkan bahwa ghibah diperbolehkan pada enam keadaan, tidak benar satunya adalah tepat dimintai nasehat -pendapat perihal orang lain yang hendak dinikahi atau menjadi rekan bisnis dan semacamnya, pent-.” (Syarh Muslim [5/240] asy-Syamilah)

وقد سمع أبو تراب النخشبي أحمد بن حنبل وهو يتكلم في بعض الرواة فقال له: أتغتاب العلماء؟! فقال له: ويحك! هذا نصيحة، ليس هذا غيبة.

Abu Turab an-Nakhasyabi dulu mendengar Ahmad bin Hanbal tepat dia tengah membicarakan/mengkritik lebih berasal dari satu periwayat. Maka dia bicara kepadanya, “Apakah kamu menggunjing para ulama?!”. Maka beliau bicara kepadanya, “Celaka kamu! Ini adalah nasehat, ini bukan ghibah.” (disebutkan di dalam al-Ba’its al-Hatsits, hal. 36 asy-Syamilah)

Semoga Allah menjadikan kita terhitung orang yang dapat menunaikan kewajiban yang agung ini dan menjadikan kita sebagai orang-orang yang saling doa agar diberi kedudukan yang mulia beri tambahan nasehat bersama bersama ikhlas karena-Nya. Wallahul muwaffiq. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Abu Ubaidillah

    Web Developer, SEO Specialist, Social Media Specialist, Content Writer, Graphic Designer

    View all posts

    Add comment