Soloensis

FILANTROPI DALAM PEMERATAAN PENDIDIKAN YANG BERKEADILAN

Keagungan esensi pendidikan adalah nilai kemanusiaan yang tertanam dalam karakter. Jika nilai ini tersemat pada setiap orang yang terdidik, maka pendidikan akan bermuara pada kaidah menjaga kesejahteraan universal. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan titik tumpu penentu kualitas sumber daya manusia.
Pendidikan pula yang menjadi salah satu komponen utama penentu kemajuan sebuah bangsa. Apabila terjadi ketidaksatabilan di suatu negara, maka penyebab utamanya adalah ketimpangan pendidikan. Sebab mata rantai kemiskinan itu berawal dari kebodohan, sedangkan imbasnya adalah perpecahan dan terjadinya tindak kriminalitas.
Berdasarkan Human Development Index (HDI), Indonesia berada di peringkat 110 dari 187 negara. Meskipun angka ini sudah mengalami kenaikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, faktanya isu ketimpangan pendidikan dan angka putus sekolah di Indonesia masih tinggi. Merujuk data yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pada 2015-2016 terdapat sekitar 946.013 siswa lulus Sekolah Dasar (SD) yang tidak dapat melanjutkan ke tingkat Sekolam Menengah Pertama (SMP). Sedangkan berdasarkan data survei Badan Pusat Statistik (BPS), 73% kasus putus sekolah ini terjadi akibat faktor ekonomi.
Meskipun pemerintah sudah menganggarkan 20% dana APBN dengan memberikan berbagai program pendidikan, namun permasalahan pendidikan tidak serta merta hanya tugas pemerintah. Setiap orang yang pernah mengenyam pendidikan memiliki kewajiban untuk melanjutkan mata rantai kesinambungan ilmu. Sehingga dapat dikatakan bahwa menjamin pemerataan pendidikan menjadi amanah besar setiap warga negara.
Pendidikan tidak serta merta tentang pemenuhan anggaran, namun kepedulian untuk meningkatkan kualitas manusia dan nilai-nilai kemanusiaan secara kolektif yang dilakukan oleh masyarakat. Paham ini yang akan menanamkan semangat belajar sepanjang hayat dan kesadaran untuk ikut andil dalam pemenuhan hak pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia.

Konsep Filantropi dalam Pendidikan

Filantropi berasal dari bahasa Yunani yaitu philein berarti cinta dan anthropos berarti manusia. Sedangkan dalam bahasa Indonesia sering dimaknai sebagai kedermawanan dan cinta kasih terhadap sesama manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa filantropi adalah dorongan nurani mencintai sesama manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Konsep filantropi pendidikan dapat dimaknai sebagai tindakan kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang dituangkan dalam dunia pendidikan.
Pengaruh dorongan filantropi terhadap dunia pendidikan dicontohkan oleh seorang filosof intelektual Turki yaitu Fethullah Gülen. Salah satu aspirasi utama Gülen adalah bahwa, saling menghormati, dan toleransi antar agama yang berbeda berguna untuk mencapai perdamaian yang universal. Gülen percaya bahwa melalui filantropi pendidikan dapat menjadi solusi strategis yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas hidup seluruh umat.
Dalam berbagai literatur dijelaskan bahwa filantropi dapat dimaknai sebagai gerakan untuk menciptakan perubahan kolektif (collective change) menuju kebaikan atau kesejahteraan bersama, melalui berbagai aktivitas kerelawanan dan kedermawanan. Filantropi dapat merepresentasikan aksi-aksi kolektif masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat seperti pengentasan kemiskinan sehingga terwujud penguatan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.

Kontribusi Terhadap Pemerataan Pendidikan

Pentingnya filantropi sebagai sebuah instrumen yang dapat digunakan untuk mendorong perubahan sosial belum disadari oleh sebagian besar masyarakat. Namun demikian, banyak lembaga-lembaga filantropi dari berbagai latar belakang sosial yang memulai tradisi filantropi dan merambah ke dunia pendidikan sebagai salah satu fokus utamanya. Lembaga-lembaga zakat, infaq dan sedekah seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, PKPU, dan lain-lain hingga saat ini telah membina ribuan anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu di berbagai penjuru negeri. Program-program seperti Smart Ekselensia Indonesia, Edu-Care, Beasiswa Juara, Beasiswa Generasi Prestasi, Beasiswa Etos, dan lain sebagainya adalah bentuk-bentuk riil yang dilakukan oleh berbagai lembaga filantropi untuk pemerataan pendidikan.
Berkaca pula dari gerakan yang diinisiasi oleh Gülen dengan menghimpun dana dari para donatur dan pengusaha kemudian disinergikan dengan para pendidik yang memiliki jiwa kerelawanan tinggi, akhirnya Gülen bisa mendirikan sekolah dengan basis filantropi di berbagai daerah di Turki bahkan di berbagai penjuru dunia. Terlepas dari berbagai konflik politik, kita dapat mengambil gerakan Gülen sebagai contoh. Bukan sebuah kemustahilan jika basis filantropi yang akan menjadi strategi menghapuskan ketimpangan pendidikan dan menjamin pendidikan yang layak bagi masyarakat di pelosok negeri ini.
Sebab berdasarkan Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), pada 2014, 75% sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan pendidikan. Sedangkan pada 2015, jumlah ruang kelas yang rusak 149.552. jumlah ini terdiri dari 117.087 ruang kelas di SD dan 49.074 ruang di anntaranya rusak berat. Di jenjang sekolah menengah pertama (SMP) ada 32.465 ruang kelas yang rusak dan 13.107 ruang dia antaranya rusak berat. Hal ini menandakan bahwa tugas bersama bangsa ini untuk membenahi berbagai komponen dari sektor pendidikan harus terus dilakukan. Pemerataan pendidikan bukan hanya menjadi tugas pokok pemerintah melainkan tugas setiap warga negara. Melalui kontribusi filantropi pemerinta, sektor swasta maupun setiap individu dapat berpangku tangan dalam upaya pemerataan pendidikan.
Esensi pemerataan pendidikan yang berkeadilan adalah memberikan kesempatan belajar kepada seluruh warga negara. Kesempatan pendidikan tidak hanya bermakna ruang namun juga komponen-komponen yang menjadikan nilai esensial dalam pendidikan itu sampai dan membekas dalam wujud karakter. Pondasi kokoh pendidikan yang dilandasi kepedulian terhadap sesama akan membekas dan mengakar sebagai nilai kemanusiaan. Nilai inilah yang membuat ruang-ruang pendidikan hidup bersama jiwa-jiwa pendidik yang tulus. Nilai ini pula yang menggerakan orang untuk berpangku tangan untuk sekedar menyediakan sumber-sumber literasi di berbagai pelosok dan penjuru negeri. Filantropi tidak sekedar berwujud kedermawanan dalam memberikan pundi-pundi uang, melainkan sebuah kesadaran bahwa mendidik suatu generasi dengan menyampaikan nilai-nilai karya dan pemahaman menjadi individu yang baik dan menjadi bagian dari masyarakat dengan baik. Selanjutnya kontribusi ini dapat dilakukan melalui berbagai bentuk berupa tenaga, pikiran, waktu maupun materi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa filantropi merupakan salah satu strategi dan solusi bagi pemerataan pendidikan yang berkeadilan, berkemanusiaan dan berkesinambungan. Kontribusi kolektif yang dilakukan oleh jutaan warga Indonesia dapat menjadi pilar penghimpun pundi-pundi upaya untuk mulai melepaskan ketimpangan dan jerat kemiskinan di Indonesia.

Apakah tulisan ini membantu ?

inayahadioktaviana

Inayah Adi Oktaviana, mahasiswa Pendidikan Kimia S-1 di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ia adalah salah satu penerima manfaat Beasiswa Aktivis Nusantara (Bakti Nusa) Dompet Dhuafa Angkatan 5. Selain aktif di organisasi dan kegiatan sosial, ia juga aktif di dunia kepenulisan. Beberapa karyanya pernah menjuarai lomba karya tulis tingkat nasional dan juga pernah dimuat di koran. Beberapa prestasinya antara lain Juara 2 LKTI Nasional Festival Penalaran Universitas Andalas 2013, Juara 2 LKTI Nasional UNYSEF 2013, Juara 3 LKTI ESF Universitas Udayana 2013, Finalis 10 Besar LKTA MTQ MN XIII, Juara 1 LKTI Education Fair UNS 2013, Juara 1 Expo PKM FILM SIM UNS 2014, Juara 3 LKTI Nasional Agrotech’s Fair UNS 2015, dan lain-lain. Ia juga pernah menjadi presentator paper dalam ASEAN Academic Society Internasional Conference di Bangkok, Thailand. Berbagai pengalaman menjadi delegasi forum kepemudaan nasional seperti Indonesia Leadership Camp, Indonesia Agent Summit, Indonesian Youth Forum, Indonesia Youth Conference, dan juga menjadi pembicara maupun juri di kegiatan kepenulisan. Cita-cita menjadi pendidik yang multitalent menjadikan sebuah motivasi tersendiri baginya untuk selalu berinovasi dan bergerak di bidang pendidikan. Bahkan ia bersama rekan-rekannya mendirikan komunitas yang bergerak dibidang pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus yaitu Komunitas Gerakan Peduli Indonesia Inklusi.

View all posts

Add comment