Soloensis

Polisi Hendaknya Memperjuangkan Kebetulan

Judul di atas tentu terasa janggal ketika dibaca. Lantas bagaimana jika judul di atas diganti dengan kalimat “Polisi Hendaknya Memperjuangkan Kebenaran”? Tentu kalimat tersebut menjadi lebih berterima bagi pengguna bahasa Indonesia. Ketika kata “kebetulan” diganti dengan kata “kebenaran”, kalimat tersebut menjadi lebih akrab bagi pengguna bahasa Indonesia. Mengapa bisa demikian? Bukankah kata “betul” bersinonim dengan kata “benar”?

Contoh lain adalah kalimat “Tabungan Brian di bank sudah berbunga banyak” yang digantikan dengan kalimat “Tabungan Brian di bank berkembang banyak”. Tentu kalimat “Tabungan Brian di bank berkembang banyak” terdengar sangat aneh bagi pengguna bahasa Indonesia. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi, sementara kata “bunga” bersinonim dengan kata “kembang”?

Secara etimologi, kata sinonim berasal dari bahasa Yunani, yaitu “onoma” dan “syn”. “Onoma” berarti ‘nama’, sedangkan “syn” berarti ‘dengan’. Jadi secara harfiah kata sinonim berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’. Walaupun demikian, kata bersinonim belum tentu dapat saling dipertukarkan antara satu dengan yang lainnya. Sudah jelas, bahwa kata “benar” dan “betul” merupakan sinonim, namun kedua kata tersebut tidak dapat saling dipertukarkan begitu saja seperti yang telah dijelaskan di awal. Demikian pula dengan kata “bunga” yang bersinonim dengan “kembang” juga tidak dapat dipertukarkan begitu saja.

Selain tidak dapat dipertukarkan begitu saja, kata bersinonim juga tidak memiliki makna yang persis sama. Kata “mati” bersinonim dengan kata “tewas”, “wafat”, dan “gugur”, namun dapatkah kata tersebut dapat saling dipertukarkan? Kalimat “Kucing itu mati” tentu tidak dapat diganti dengan kalimat “Kucing itu tewas”, “Kucing itu wafat”, maupun “Kucing itu gugur”. Lantas bagaimana dengan klaimat berikut ini “Tentara pembela negara itu gugur di medan perang”. Dapatkah kalimat tersebut diganti menjadi “Tentara pembela negara itu mati di medan perang”, “Tentara pembela negara itu wafat dalam medan perang”, atau “Tentara pembela negara itu tewas di medan perang”? Tentu saja ketiga kata bersinonim tersebut tidak dapat dipertukarkan begitu saja karena ketiga kata tersebut memiliki makna yang tidak persis sama. Hal ini menyebabkan ketiga kata tersebut memiliki kelazimannya sendiri ketika disusun menjadi sebuah kalimat.

Kata “mati” digunakan dengan pengertian yang netral dan tidak bernilai rasa hormat. Sedangkan kata “tewas” digunakan secara netral untuk orang yang meninggal dalam suatu musibah. Sementara kata “wafat” digunakan untuk orang yang kita hormati. “Gugur” digunakan untuk pahlawan atau orang-orang yang berjasa bagi negara yang meninggal ketika menjalankan tugas.

Berkenan dengan kelaziman itu, pemakai bahasa memang perlu memperhatikan nilai rasa atau konotasi sebuah kata. Yang dimaksud dengan konotasi ialah tautan pikiran yang menerbitkan nilai rasa. Konotasi dapat bersifat pribadi dan bergantung pada pengalaman seseorang yang berkaitan gagasan yang diacu oleh kata itu. Kata-kata yang mengandung nilai rasa hendaknya dipakai secara cermat dan hati-hati agar sesuai dengan tempat dan suasana pembicaraan.

Dengan demikian, maka dapat diketahui, bahwa sinonim dipergunakan untuk pengalihan kata pada tempat tertentu sehingga kalimat yang dihasilkan tidak membosankan. Kata bersinonim akan menghidupkan dan mengkonkretkan bahasa seseorang sehingga kejelasan komunikasi yang terjadi melalui bahasa dapat terwujud. Pengguna bahasa dapat memilih bentuk kata yang paling tepat untuk digunakan sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapinya.

Apakah tulisan ini membantu ?

Ririn

I love reading and I love writing!

View all posts

Add comment