Soloensis

Hukuman yang seperti apa ?

Setelah kasus pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan oleh guru dan OB di JIS (Jakarta International School) yang saat itu mendapat banyak perhatian pada publik. Belakangan ini pun kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur pun semakin merebak. Gemparnya kasus Yuyun (14) siswi SMP yang dinodai dan dibunuh oleh 14 pelaku di Bengkulu mendapat banyak perhatian pada publik. Malah setelah kejadian tersebut, muncul kembali kasus kejahatan seksual terhadap anak perempuan di bawah umur. Seperti yang terjadi di Desa Puluhan, Kecamatan Jatinom, Klaten yang baru-baru ini terjadi 4 pelaku menodai siswi kelas 6 SD, bahkan para pelaku pun masih di bawah umur dan masih berstatus pelajar. Dan selang beberapa hari kemudian terjadi lagi kasus kejahatan seksual yang terjadi pada siswi SMP di Kecamatan Kismantoro, Wonogiri dan pelakunya satu orang. Tidak hanya di daerah-daerah itu saja, tapi masih banyak lagi daerah yang lain yang terjadi kejahatan seksual tersebut. Bukannya stop atau jera bagi orang yang melakukan kejahatan seksual tersebut berhenti setelah kasus Yuyun merebak di publik, akan tetapi malah bertambah.
Adapun pro dan kontra tentang hukuman yang diberikan para pelaku kejahatan seksual tersebut. Dimana para pelaku yang menodai dan membunuh anak di bawah umur tersebut terancam hukuman 10–15 tahun penjara. Bagi beberapa orang yang diluar sana pun tidak terima dan tidak setuju akan hal tersebut. Apalagi sebagia orangtua korban pun tidak terima akan hukuman yang diberikan pada pelaku yang menodai dan bahkan membunuh anaknya tersebut.
Coba baayangkan saja, anak yang masih di bawah umur dan merupakan generasi penerus yang mempunyai banyak impian telah menjadi korban penodaan, tidak satu orang pelaku yang melakukannya tapi banyak dan dilakukan secara bergiliran. Betapa mirisnya hati anak tersebut, betapa rasa takut yang mencekam dirinya saat itu, dan betapa rasa sakitnya saat itu menangis dan ingin memberontak. Beberapa orang dan bahkan orangtua korban pun menginginkan pelaku kejahatan seksual tersebut di hukum seberat-beratnya tidak hanya hukuman 10-15 tahun penjara saja, tidak sebanding dengan yang telah diperbuat oleh pelaku tersebut.
Pemerintah pun telah mewacanakan akan membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, atau Perppu Kebiri. Dalam rancangan Perppu tersebut, diusulkan pencantuman hukuman kebiri bagi pelaku pemerkosaan. Karena belakangan ini kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan sangat mengkhawatirkan dan merusak generasi penerus bangsa. Dimana hukuman kebiri tersebut telah diberlakukan dibeberapa negara lainnya, hukuman yang diberikan untuk pelaku kejahatan seksual pada anak dibawah umur dan perempuan. Negara yang telah memberlakukan hukuman tersebut diantaranya adalah sejak 1996 Amerika Serikat sudah menerapkan kebiri secara kimiawi, sejak 2009 Polandia, pada 2012 Maldova sebagai negara pecahan Uni Sovyet, sejak 2012 Estonia, Israel, Argentina, Australia, sejak Juli 2011 Korea Selatan, dan Rusia sejak Oktober 2011.
Kebiri dalam bahasa kedokteran disebut Gonadectomy yaitu suatu proses pemotongan genital untuk menghilangkan fungsi biologis. Hal ini biasanya digunakan untuk prosedur pengobatan kanker prostat dengan tujuan untuk mengurangi bahkan menghilangkan asupan hormon terstoteran baik secara kimia maupun bedah. Sejak dulu, pengebirian dilakukan sebagai hukuman bagi pelaku kejahatan dan laki-laki yang melakukan pengibirian disebut orang kasim dalam bahasa Inggris eunuch. Seperti yang dikutip di koran Suara Merdeka pada hari Senin (16/5), Deputi Bidang Koordianasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Sujatmiko memastikan pembahasan draf Perppu sanksi kebiri telah selesai dibahas. Pihaknya menegaskan saat ini draf tersebut sedang dalam proses penyerahan kepada Presiden. “Bertujuan memberi efek jera bagi pelaku dan mengingatkan masyarakat agar tidak main-main dengan kejahatan seksual yang statusnya sudah menjadi kejahatan luar biasa”, ungkap Sujatmiko, Minggu (15/5).
Ada beberapa orang yang setuju dan tidak setuju dengan adanya penerapan hukuman kebiri tersebut. Komnas HAM pun bersi kukuh menentang atau tidak setuju adanya rencana Perppu Kebiri, karena hukuman kebiri berpotensi menghambat hak asasi manusia. Dan ada lagi hukuman yang berupa pemakaian gelang kepada pelaku kekerasan seksual, pemakaian gelang tersebut berfungsi memantau gerak-gerik pelaku. Selain itu juga ada hukuman sanksi sosial bagi pelaku kejahatan seksual tersebut. Atau pun juga menggunakan hukuman mati atau hukuman seumur hidup bagi pelaku tersebut.
Begitu banyak hukuman yang diberikan untuk pelaku kejahatan seksual, mulai dari hukuman pengebirian yang menimbulkan pro dan kontra, ada juga hubungan pemakaian gelang yang hanya untuk mengawasi pelaku tersebut, kemudian ada sanksi sosial, dan atau hukuman seumur hidup atau mati.
Menurut saya sendiri, rencana pemerintah tentang hukuman pengebirian tersebut perlu direvisi ataupun dibahas kembali, karena kita adalah di negara demokrasi yang juga harus melihat hak asasi manusia. Sedangkan hukuman sanksi sosial saya sangat setuju, tapi tidak sebanding dengan apa yang dilakukan pelaku terhadap anak dibawah umur dan perempuan.
Terus, hukuman yang seperti apa yang pantas untuk pelaku kejahatan seksual tersebut ?????.

Apakah tulisan ini membantu ?

Kinan

Mahasiswi IAIN Surakarta semester 4 program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam

View all posts

Add comment