Soloensis

Ayo jadi Petani Milenial!

Petani hebat bukan cuma petani yang kerja keras tapi juga harus kerja cerdas. Petani yang bisa mengasilkan nilai tambah semaksimal mungkin dengan perkembangan teknologi yang ada. Menjadi petani bukan sebuah pekerjaan hina. Mindset generasi millenial yang masih demikian, harus segera di berantas. Mengingat Indonesia akan menghadapi bonus demografi tahun depan hingga 2030, komposisi kelompok umur muda menjadi dominan. Kalau semua memiliki pemikiran demikian, wah bahaya!

Sebelum berbicara lebih jauh, akan dibahas mengenai kondisi pertanian di Indonesia. Share sektor pertanian pada triwulan III tahun 2019 sebesar 12,53% terhadap PDB Indonesia dan masih menjadi penyumbang terbesar ketiga di bawah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan besar dan eceran. Dilangsir dari Badan Pusat Statistik (BPS), total produksi padi cenderung mengalami tren menurun. Adapun produksi padi pada periode 2018 yaitu sebesar 56,5 juta ton. Sementara total luas panen padi sebesar 10,9 juta ha atau turun 2,9 juta ha dalam 5 tahun terakhir. Tak heran, pemerintah memang sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan infrastruktur.

Dilihat dari pendidikan terakhir yang ditamatkan, profil petani Indonesia tidak begitu cemerlang. ST 2013 mendeskripsikan bahwa 5 dari 10 orang petani adalah lulus SD sederajat. Selain itu masih ada 26,2 % petani yang tidak lulus sekolah dari total petani yang ada. Berdasarkan survei pertanian antar sensus (SUTAS) tahun 2018, konsentrasi usia petani Indonesia berada pada kelompok umur 45-54 tahun. Sementara itu proporsi petani berusia 65 tahun ke atas yang masih menggantungkan hidupnya di sektor ini mencapai 14%. Padahal, petani usia tua cenderung masih menggunakan cara konvensional dalam mengelola usaha taninya.  Selain itu hanya terdapat 13,44 % petani Indonesia yang menggunakan internet.

 

Revolusi Pertanian 4.0

Revolusi Pertanian 4.0 menerapkan prinsip smart farming dimana terjadi peralihan dari metode konvensional ke metode pertanian cerdas berbasis teknologi dan terintegrasi internet.

Kementrian pertanian telah merilis 4 alsintan (alat mesin pertanian) penunjang revolusi pertanian 4.0 . Pertama, drone penebar benih. Drone ini mampu bekerja mandiri sesuai pola atau alur yang sudah dibuat pada perangkat android dan dipandu oleh GPS. Selain itu, drone ini mampu melakukan resume operation. Sehingga, operation yang tertunda dapat dilanjutkan kembali. Kedua, robot tanam padi yang dapat difungsikan untuk menanam bibit padi di lahan sawah. Robot ini mampu berkomunikasi melalui internet of thing (IoT) melalui sarana GPS dan mampu bekerja mandiri. Ketiga, autonomous tractor yaitu traktor roda empat tanpa awak yg dikendalikan oleh sistem navigasi berbasis IoT. Alat ini dapat melakukan pengolahan lahan sesuai dengan peta perencanaan menggunakan GPS. Keempat, mesin panen plus olah tanah yg terintegrasi. Alat ini, mampu memroses panen padi sekaligus olah tanah dengan rotari. Dengan begitu, alsin terebut mampu memercepat  dan mengurangi pekerjaan olah tanah, memutus siklus perkembangan OPT padi, dan mengkondisikan sanitasi lingkungan pascapanen yang baik. Rencananya, keempat alat tersebut akan diterapkan secara massal pada tahun depan. Apabila dimanfaatkan secara optimal biaya produksi dapat ditekan, produktivitas dan daya saing dapat meningkat.

Teknologi-teknologi tersebut sangat memudahkan petani dalam mengelola usaha taninya. Petani tinggal pencet-pencet gawai, hasil kerja alsintan bisa diawasi dari rumah. Di rumah pun bisa sambil melakukan pekerjaan lain, seperti aktivitas ekonomi digital misalnya.

Dalam menyambut keberhasilan revolusi pertanian tersebut, harus disertai penyeimbang antara ketersediaan alsintan modern dan operatornya yaitu petani. Saat ini regenerasi usia petani menjadi kunci utama suksesnya revolusi pertanian di Indonesia. Usia petani muda ( dibawah 45 tahun) seharusnya memiliki proporsi yang lebih banyak. Karena untuk pengoperasiannya perlu penguasaan teknologi dan melek internet. Jadi, memang sangat dibutuhkan petani milenial!

Saat proporsi usia produktif lebih banyak, persaingan dunia kerja semakin ketat, otomatis terjadi  seleksi alam di dalamnya. Petani milenial dapat dijadikan alternatif bagi pemuda yang keluarganya memiliki lahan pertanian sendiri maupun tidak. Mari generasi milenial turut berkontribusi dalam mensukseskan revolusi pertanian dengan memanfaatkan segala teknologi penunjang kemudahan dalam menjalankan usaha pertanian.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Siti Andhasah

    Mahasiswi

    View all posts

    Add comment