Soloensis

Kepemimpinan Umat

Sewaktu masih kuliah saya pernah menulis artikel di Majalah Adil (kini tutup) berjudul Pergeseran Pola Kepemimpinan Umat. Artikel itu saya tulis sebagai refleksi saya atas munculnya kepemimpinan baru khususnya dari kalangan intelektual muslim. Sebelumnya kepemimpinan umat dipegang para ulama, terutama dari kalangan pesantren. Ulama sangat berpengaruh terhadap pola pikir dan perilaku umat. Mereka juga menjadi tempat identifikasi, tak hanya soal keagamaan, tapi juga persoalan lain seperti sosial, pendidikan dan kebudayaan. Pada batas tertentu ulama juga menjadi rujukan preferensi pilihan politik.

Pada 1980-an terjadi perubahan pola kepemimpinan umat. Ulama bukan satu-satunya rujukan. Muncul tokoh intelektual muslim yang menjadi idola baru di kalangan terpelajar. Saat itu banyak sarjana muslim yang belajar di luar negeri mulai pulang kampung. Nurcholish Madjid , Amien Rais, dan Ahmad Syafi’i Ma’arif menjadi sebagian dari tokoh yang menjadi idola itu. Ketiganya doktor lulusan Universitas Chicago Amerika Serikat. Abdurrahwan Wahid (Gus Dur), cendekiawan dari Nahdlatul Ulama (NU), melalui kolom di Majalah Tempo edisi Maret 1992 menyebut ketiganya adalah Tiga Pendekar dari Chicago. Ketiga pendekar Chicago plus Gus Dur ini mengusung pemikiran baru Islam di Indonesia dengan caranya masing-masing.

Sewaktu saya sekolah di MAN Yogyakarta I tahun 1985-1988, saya merasakan betul suasana kegandrungan kaum muda kampus kepada tokoh cendekiawan muslim. Setiap Ramadan para mahasiswa sering memburu tokoh-tokoh idolanya berceramah, baik saat ceramah salat tarawih maupun forum diskusi lainnya. Ceramah para cendekiawan selalu dibanjiri jamaah. Pemikiran-pemikiran baru intelektual muslim sering menjadi bahan diskusi. Kegairahan itu menyembulkan optimisme tentang masa depan yang lebih baik bagi umat dan bangsa ini. Saya menyadari dalam setiap perubahan sejarah yang penting selalu ada tokoh-tokoh intelektual yang mengiringinya.

Setelah sekian tahun, tiba-tiba saya ingat artikel saya di Majalah Adil itu. Optimisme yang dulu saya bangun tiba-tiba seperti kehilangan harapan. Gerakan pemikiran yang dimotori intelektual muslim tidak berjalan linier. Tempo seperti berjalan mundur. Kini, kaum muda kampus tak lagi menjadikan pemikiran para intelektual sebagai rujukan. Sebagian karena beberapa intelektual yang dulu digandrungi kini bermetamorfosis menjadi politikus. Di sisi lain intelektual muslim generasi baru belum bisa menarik simpati kaum muda. Banyak faktor yang memengaruhi. Bisa jadi intelektual muslim yang miskin dengan pemikiran-pemikiran baru, atau kaum muda yang tidak peduli pada ide-ide pembaharuan. Bisa jadi karena gabungan dari keduanya, atau karena ada variabel-variabel lain yang belum bisa dibaca.

Tokoh Populer

Sebagian kaum terpelajar kini lebih tertartik pada tokoh populer yang sering muncul di media. Hasil riset berbagai lembaga survei menempatkan tokoh seperti Habib Rizieq Shihab menjadi salah satu idola baru. Survei yang dirilis Alvara Research Center belum lama ini menempatkan Mamah Dedeh, Abdullah Gymnastiar dan Habib Rizieq Shihab sebagai tokoh panutan generasi milenial muslim.
Para pengagumnya adalah kelompok mapan yang berada di kelas menengah. Nama-nama itu bisa menyingkirkan tokoh muslim arus utama, seperti tokoh Muhammadiyah, NU dan organisasi lainnya yang boleh jadi lebih mumpuni secara keilmuwan. Riset analisis konten terhadap 17 media online milik organisasi Islam yang dilakukan Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) juga menemukan Habieb Rizieq sebagai tokoh yang paling disering disebut dalam berita, disusul Bachtiar Nasir.

Dalam konteks kepemimpinan (leadership), tokoh-tokoh populer yang menjadi idola itu berpeluang lebih besar memberi pengaruh (influence) kepada mereka yang mengidolakan. Tokoh populer yang bisa merebut hati sebagian umat itu tidak lahir dari tradisi intelektual yang selama ini kita kenal. Sebagian bisa menggapai puncak popularitas karena momentum politik. Dalam konteks komunikasi, dengan karakter tokoh seperti itu kita bisa membaca kira-kira pesan, wacana apa saja yang diproduksi untuk memengaruhi audiens. Realitas ini menandakan pola kepemimpinan umat terus bergeser. Tokoh-tokoh populer karena momentum tertentu bisa merebut simpati umat.

Kondisi mahasiswa di kampus tidak jauh berbeda. Kecendekiaan, pemikiran-pemikiran baru tak lagi menjadi sesuatu yang menarik. Kalaupun ada, mereka berada di kelompok terbatas. Padahal para cendekiawan yang diharapkan bisa memandu perubahan, memberi pencerahan kepada umat agar mampu menyusun agenda-agenda penting untuk menuju kemajuan. Kuntowijoyo menyebut cendekiawan adalah kaum minoritas kreatif yang mampu memandu arah perjalanan sejarah, mengubahnya dan menjadi ujung tombaknya.

Budaya sesaat yang serba instan, cepat, gegar informasi di dunia maya, tak dimungkiri ikut mengubah lanskap kepemimpinan umat. Karakter orang yang kini cenderung malas berpikir mendalam, lebih suka isu-isu yang mudah ditangkap, dicerna, ketimbang mengkonsumsi informasi, ide, pemikiran yang memerlukan perenungan mendalam sehingga memengaruhi cara seseorang mengidolakan sang tokoh. Tokoh-tokoh yang diidolakan pun tak jauh dari karakter orang yang mengidolakan.

Dialog dan diskusi serius yang menjadi ciri khas orang kampus kini berpindah ke dunia maya. Sayangnya interaksi di jagat internet tak selalu berjalan secara dialogis. Para pihak cenderung bertahan pada pemikiran masing-masing. Lahirlah caci maki mereka yang berbeda pandangan. Warga internet, warga kampus, ikut hiruk pikuk membincangkan sebuah isu meskipun kering nilai-nilai keintelektualan. Lantas buat apa berlelah-lelah berdebat? Tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali sekadar bisa menyalurkan hasrat berceloteh.

Tentu ini menjadi tugas kaum cendekiawan, ulama yang mumpuni, organisasi masyakarat arus utama seperti Muhammadiyah dan NU agar kerja-kerja mereka tidak eksklusif di dunianya masing-masing. Mereka perlu masuk ke “gelanggang”. Umat membutuhkan para pendekar yang bisa memandu perubahan. Semoga….

Sholahuddin
Manajer Litbang Solopos

Keterangan : Artikel ini pernah dimuat di Solopos, Senin (8/1/2018).

Apakah tulisan ini membantu ?

sholahuddin

Laki-laki pencari Tuhan.....

View all posts

Add comment