Soloensis

Raffi Ahmad & Celoteh Wartawan Mata Duitan

Entah apa yang ada di benak presenter Raffi Ahmad saat melempar candaan tentang profesi wartawan. Suami Nagita Slavina itu mengatakan salah satu cara untuk menghadapi jurnalis adalah dengan menyebarkan recehan. Candaan ini dilontarkannya saat dia dan Billy Syahputra tampil di program komedi sebuah stasiun televisi swasta. Di situ Raffi memeragakan tugas seorang wartawan. Kontan candaan yang tidak lucu itu memantik protes dari kalangan jurnalis.

“Kalau wartawan lagi ngeriung [kumpul], lagi ngejar berita, giniin [lempar] saja duitnya. Wartawan kan, setiap orang kan mata duitan, giniin aja,” kata Raffi kepada Billy Syahputra sembari memeragakan adegan melempar dan menyebar recehan. Dengan begitu, wartawan akan sibuk mengambil uang receh tersebut dan membiarkannya pergi berlalu (Solopos, 4/11).

Raffi sudah meminta maaf kepada wartawan melalui Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Ilham Bintang, di Kantor PWI di Jakarta. Dia mengaku tidak sengaja dan tidak bermaksud melecehkan profesi wartawan. ”Secara formal dengan niat tulus, mohon maaf sebesar-besarnya. ‎Nggak bermaksud mengecilkan teman-teman wartawan, silaturahmi saya juga selalu baik dengan teman-teman media,” begitu kata seleb yang nyaris tiap hari muncul di televisi itu, seperti dikutip dari detik.com. Ia juga mengaku tak bisa tidur karena merasa bersalah telah menyakiti hati orang.

Sedangkan Komisi Penyiaran Indonesia pun berancang-ancang memberikan teguran kepadanya.

Ada dua pertanyaan yang muncul di benak saya kemudian. Pertama, benarkah wartawan bisa dengan mudah dibayar oleh sumber berita seperti candaan Raffi itu? Kedua, pikiran jahil saya bilang, apakah Raffi sekadar bercanda atau sejatinya dia pernah mengalami atau mendengar pengalaman seperti yang dijadikan bahan candaannya itu? Dengan kata lain, bahan candaannya adalah fakta yang pernah dia temui di lapangan. Nah hlo.

Sebagai jurnalis, tentu saja bahan lawakan Raffi itu tidak membuat saya tertawa. Justru sebaliknya, membikin miris.

Wartawan bekerja terikat kode etik profesi. Ada dua rambu-rambu besar yang harus ditaati, yakni UU No. 40/1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Pasal 6 jelas disebutkan ”Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.”

Penjelasan tentang suap pun sangat gamblang, yakni segala bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang memengaruhi independensi. Artinya, jurnalis tidak diperkenankan menerima imbalan apa pun dari narasumber yang bisa memengaruhi dirinya dalam menulis berita tentang narasumber bersangkutan.

Sebagai contoh, narasumber memberi sejumlah uang agar jurnalis tidak memberitakan hal-hal negatif atau kasus yang tengah membelit dirinya. Atau narasumber memberikan fasilitas tertentu kepada wartawan dengan imbalan agar bisa dimuat atau ditayangkan di media massa. Haram hukumnya menerima dan sudah sangat jelas aturan mainnya.

Atau kalau kita mau menengok sejenak surat kabar, majalah, atau newsticker di televisi tentang kebijakan setiap media massa. Di situ tertulis jelas wartawan media bersangkutan tidak diperkenankan menerima pemberian dalam bentuk apa pun.

Tentu saja kita tidak menutup mata jika dalam praktiknya, masih ada segelintir wartawan yang menyalahgunakan profesi mereka dengan menerima imbalan atau pemberian dari narasumber. Menjadikan berita atau tulisan mereka sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan, asal harganya pas. Buntutnya, berita yang ditulis bisa disetir oleh narasumber atau sesuai apa yang dimaui narasumber. Celakanya, jika berita itu mengenai kasus dan narasumber yang berkasus itu punya dana melimpah yang dengan mudah dibagi untuk wartawan, tulisannya sudah pasti akan bias. Atau justru malah tidak ditulis sama sekali oleh wartawan bersangkutan. Yang kasihan adalah masyarakat karena hak untuk tahu fakta dan peristiwa sesungguhnya menjadi tidak terpenuhi.

Kembali ke candaan Raffi Ahmad, benarkah itu hanya guyonan sepintas lalu? Apakah memang ada fakta seperti yang dikatakan Raffi atau dia pernah mengalami sendiri hal seperti itu?

Kalau memang ada fakta seperti itu, wartawan yang bisa ”dibungkam” dengan ”recehan” agar memberitakan atau tidak memberitakan sebuah fakta, ini bukan hal mengagetkan tapi tetap saja menyedihkan.

Sebagai selebritis yang hampir tiap hari muncul di layar televisi, Raffi memang sumber berita yang menarik untuk dikejar. Kehidupan pribadinya—yang juga rajin muncul di layar kaca—juga membuat wartawan tergoda untuk selalu menjadikannya sumber berita. Apapun hal yang berkaitan dengan Raffi, bisa jadi bahan berita yang menarik, apalagi untuk program-program tayangan hiburan yang mengupas kehidupan selebritis Tanah Air.

Ada seleb yang memang sengaja membikin kontroversi—yang kadang sangat norak—hanya demi mendongkrak popularitas, bisa masuk televisi meski miskin prestasi namun sangat ”murah hati”. Selebritis tipikal seperti ini bisa jadi gula-gula bagi wartawan yang tak berintegritas.

Namun, saya masih percaya mayoritas media massa, dan mayoritas jurnalis di Tanah Air, masih memiliki integritas dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam profesi yang mereka jalani. Profesionalisme itu mereka wujudkan dalam proses peliputan dan penulisan berita yang sesuai kaidah yang sudah ditetapkan, berimbang, dan beretika. Saya percaya mereka masih ada, dan banyak jumlahnya.

Yonantha
Jurnalis Solopos

(Sumber Foto: Detikhot-Detik.com)

Apakah tulisan ini membantu ?

Add comment