Soloensis

Praktik Kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap Perekonomian dalam menghadapi Covid 19 (Studi Kebijakkan: Kelonggaran Pembayaran Angsuran)

Indonesia saat ini telah diguncang dengan adanya covid 19 yang penyebarannya sudah menyeluruh di Indonesia bahkan seluruh dunia. Dengan semakin meluasnya wabah covid 19 tersebut tidak sedikit dampak yang telah dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Perekonomian yang melemah, proses pendidikan yang terhalang, penundaan hubungan kerja, penundaan resepsi pernikahan, penimbunan barang, aktifitas lain yang melibatkan massa harus diberhentikan untuk sementara. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 2,97 persen ( year on year) pada kuartal 1/2020. Pertumbuhan ini menjadi salah satu yang terendah sejak 2001. Pertumbuhan ekonomi atau produk domestic bruto (PDB) pada kuartal 1/2020 merupakan yang pertumbuhan kuartalan terendah sejak kuartal IV/2000. Berdasarkan data OECD, saat itu PDB Indonesia hanya tumbuh 2,88 persen. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan secara kuartalan atau dibandingkan dengan kuartal IV/2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat minus 2,41 persen merupakan update informasi pada tanggal 05 Mei 2020 pukul 12:06 WIB. Berdasarkan artikel DJKN dengan sumber referensi dari “ “Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor: SE-5/MK.1/2020 tentang Panduan Tindak Lanjut Terkait Pencegahan Penyebaran COVID-19 di lingkungan  Kementerian Keuangan. May, D. 2020, dan “21 Work From Home Pros and Cons – The Surprising Truth Behind Remote Work”, dilihat 24 Maret 2020, . Duffy, J. 2019, “Get Organized: 20 Tips for Working From Home”, dilihat 24 Maret 2020,”. Bahwasannya merebaknya pandemic corona virus / covid 19 yang sangat memprihatinkan saat ini membuat pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menekan jumlah penyebaran virus tersebut dengan melalui penerapan “sosial distancing” Dengan membatasi kunjungan ke tempat ramai dan kontak langsung dengan orang lain.

Dari kebijakan tersebut banyak pula dampak negatif yang masyarakat rasakan terutama dibidang perekonomian tentunya ini lebih beresiko kepada pedagang, karyawan perusahaan dan tenaga kerja yang bekerja di lapang. Dalam mencegah perekonomian yang lemah pemerintah mengambil kebijakan dengan memberikan kelonggaran pembayaran angsuran selama satu tahun, dan ini lebih ditujukan pada pekerja ojek online maupun offline, tukang becak, umkm, buruh pabrik dan sebagainya. Joko Widodo Presiden RI mengumumkan kebijakan keringanan pembayaran kredit dalam video conference di Istana Bogor, Selasa (31/3/2020). Menurut Jokowi, dalam penanganan virus corona, dunia usaha harus dijaga, utamannya usaha mikro, kecil, dan menangah agar tetap beroperasi dan mampu menjaga penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, pemerintah memberlakukan keringanan pembayaran kredit.  Kebijakan tersebut sudah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Presiden RI Joko Widodo (https://youtu.be/EkpANFNrn7o) informasi itu sudah mendarah daging diberbagai media baik televise, instagram, facebook, dan koran online. Namun fakta dilapangan memberikan arti bahwasanya hal tersebut tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah.

Penyimpangan kebijakan itu telah terjadi didaerah yang berdampak zona merah. Berdasarkan survei offline dan online di Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora dari tanggal 6-12 Juni 2020 sebesar 60% masih ditemui perbankan yang memberlakukan pembayaran angsuran kepada 30 masyarakat. Rata rata yang menjadi nasabah dari pembayaran angsuran tersebut adalah mereka yang tidak bekerja/tenaga lepas seperti ibu rumah tangga, pedagang, asisten rumah tangga, wiyata bakti dan wirausaha. Survei menemukan 63,3% sifat dari nasabah dalam pembayaran angsuran itu adalah kelompok. Maksut dari berkelompok adalah pinjaman dilakukan secara bersama dan pembayaran dilakukan bersama, jadi apabila ada satu nasabah tidak bisa membayar maka nasabah yang lain turut serta membantu untuk membayar. Pembayaran angsuran dilakukan dua minggu sekali dengan presentase 46,7% rata-rata pembayaran diatas Rp 100.000 berdasarakan survey penulis

Dari sejumlah kuesioner yang telah disebar terdapat 50% nasabah yang apabila tetap dipaksa untuk membayar mereka membayar seadanya itupun dengan berbagai jalan agar mereka bisa membayar. Ada yang hutang kepada tetangga, ada juga yang menjual kebutuhan pangan seperti beras dan jagung. Padahal kebutuhan pokok lebih utama dari yang utama. Meski mereka membayar seadanya akan tetapi 70% jiwa kesehatan dari mereka turut serta terganggu, darah tinggi dan nafsu makan menjadi pemicu buruknya kesehatan, daya imun tubuh akan turun sehingga peluang besar covid 19 menyerang.

Berbagai langkah yang mereka tempuh untuk meliburkan angsuran dengan memberikan penjelasan kepada petugas bank, tetapi petugas bank menjawabnya dengan berbagai macam tetap tidak libur, perintah dari atasan untuk tetap membayar, dan kebijakan itu belum bisa diterapkan. Semestinya harus ada kejelasan informasi dari OJK ke bank, bank ke masyarakat alasan kenapa masih memberlakukan pembayaran angsuran padahal kebijakan pemerintah melonggarkan angsuran selama satu tahun. Dalam mengoptimalkan kebijakan tersebut OJK bisa mengeluarkan surat keputusan yang diturunkan kepada semua bank, agar informasi lebih akurat dan tepat.

Peranan dari perangkat desa sangat diperlukan dalam mengatasi permasalahan ini, namun berdasarkan survey yang penulis lakukan 53,3% peranan perangkat desa kurang tegas. Ada Rt yang mengetahui permasalahan ini namun tidak berani menegur, justru warga biasalah yang menegur. Solusi lain yang masyarakat lakukan adalah meminta bantuan dari kepala desa terkait hal itu, kepala desa memberikan surat pernyataan yang berisi petugas bank dilarang masuk dikawasan itu, tetapi solusi tersebut tidak juga menghentikan petugas bank untuk menarik angsuran. Pemasangan spanduk tentang larangan memasuki area itu juga sudah ditempel didepan gerbang masuk warga nasabah, hal itu tak juga mampu menyelesaikan, tanggapannya dari pihak bank masa bodoh dengan tulisan spanduk tersebut. Upaya lain untuk membantu mencari solusi bagi masyarakat adalah kepala desa memberikan teguran kepada petugas bank yang masih terus menarik pembayaran angsuran secara paksa, memberlakukan denda apabila melanggar larangan itu, dan bekerja sama dengan aparat keamanan seperti polisi, tentara dan satpoll pp.

Dari permasalahan tersebut semestinya ada kejelasan informasi yang benar antara kebijakan pemerintah dan fakta dilapangan, misalpun tidak memberlakukan liburan angsuran harus disertakan alasan yang cukup matang, begitupun dengan ketentuan yang terus membayar angsuran harusnya dilakukan dengan pelayanan yang baik, meliburkan satu angsuran maupun yang lain. Karena situasi ditengah pandemic ini pemasukan keuangan keluarga terbilang lemah sementara pengeluaran terus menerus sedangkan setiap harinya butuh makan. Uang menjadi langka sementara waktu. Dari data penelitian yang dilakukan penulis ada tiga opsi yang masyarakat harapkan yakni 36,7% membayar seadanya, 40% tetap menunda pembayaran angsuran sesuai keputusan OJK dan Presiden RI, 23,2% tetap membayar angsuran apabila memiliki uang agar hutang cepat lunas. Kesimpulannya praktik kebijakan pemerintah Indonesiaterkait kelonggaran pembayaran angsuran selama satu pada saat masa pandemic covid 19 dikatakan tidak jelas, masih ditemui penyimpangan data kebenaran antara OJK dan Bank, dan fakta di masyarakat.

 

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Agustina Fajri

    Seorang pembelajar kehidupan yang gemar menulis

    View all posts

    Add comment