Soloensis

Kampung Batik Laweyan Punya Cerita

Setiap daerah memiliki catatan sejarahnya sendiri, begitu pula Kota Solo, Solo memiliki banyak tempat-tempat bersejarah, contohnya Taman Sriwedari, Taman Balekambang, Keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran, Museum Keris, Benteng Vastenburg, Kampung Batik Kauman, Kampung Batik Laweyan. Setiap tempat memiliki sejarahnya sendiri entah unik atau menarik, tentu memiliki tempat sendiri dihati masyarakat, seperti halnya Kampung Batik Laweyan yang mampu menarik perhatian saya. Kampung Batik Laweyan ini sudah ada sebelum Keraton Pajang berdiri, Keraton Pajang berdiri tahun 1546, Kampung Batik Laweyan ini dulunya daerah perdigan atau daerah otonom yang diberikan oleh Sultan Hadiwijoyo kepada Kyai Ageng Henis karena jasa beliau, daerah otonom sendiri maksudnya daerah yang tidak dipungut pajak. Jika berbicara tentang Kampung Batik Laweyan maka tak lepas dari Kyai Ageng Henis yang memiliki peranan penting di Kampung Batik Laweyan ini. Peranan Kyai Ageng Henis untuk Kampung Batik Laweyan sendiri yaitu beliau adalah founder atau penemu Kampung Batik Laweyan, beliau yg mengajari pertama kali membatik, batik yang beliau buat yaitu Batik Sidoluhur,

Dilihat dari metode-metode para sunan dalam menyebarkan selalu menggunakan media, contohnya, Sunan Kalijaga menggunakan wayang, Sunan Bonang menggunakan tembang/macapat, dan Kyai Ageng Henis menggunakan batik, sembari beliau mengajari berkarya dengan batik tulis, beliau juga menggunakan batik sebagai media penyiaran Islam. Selain itu, yang lebih menarik adalah, di Kampung Batik Laweyan ini terdapat tempat yang memiliki sejarah yang cukup panjang juga, yaitu Masjid Laweyan Solo. Bahkan Masjid Laweyan Solo atau yang biasa disebut Masjid Ki Ageng Henis Solo ini berdiri lebih dulu daripada Kota Solo yaitu pada tahun 1546. Namun sebelum menjadi masjid seperti sekarang, dulunya adalah sebuah pura atau tempat ibadah umat budha, yang dikelola oleh brahmana atau pendeta bernama Kyai Ageng Beluk, yang kemudian Kyai Ageng Beluk ini diislamkan oleh Kyai Ageng Henis dan menjadi muallaf, karena alasan inilah pura ini diwakafkan menjadi masjid dan dikelola oleh Kyai Ageng Henis.

Berbicara mengenai Kyai Ageng Henis, beliau mempunyai peran penting di Kampung Laweyan, menurut Bp. Imam, dimana beliau ini seorang juru kunci di Masjid Laweyan menjelaskan jika asal usul nama Kampung Laweyan ini sangat berhubungan dengan Kyai Ageng Henis. “Jadi, nama lain Kyai Ageng Hanis adalah Kyai Ageng Lawe, lawe itu punya arti linuweh yaitu punya kesaktian-kesaktian yang mumpuni, namun ada versi lain mengatakan jika lawe itu artinya adalah kain, maksudnya kain untuk membatik” ujar beliau. Kyai Ageng Henis ini adalah juga seorang Ulama atau penyebar Islam khususnya di Kota Solo pada jaman Pemerintahan Pajang dan merupakan leluhur trah Mataram yang mana masih keturunan Prabu Brawijaya V atau Brawijaya Pungkasan, yaitu raja terakhir dari Kerajaan Majapahit. Kakek beliau adalah Panembahan Senopati, Panembahan Senopati itu raja pertama Mataram Islam, Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Ngayogjokarto Hadiningrat, Mangkunegaran dan Paku Alaman itu namanya trah Mataram. Secara umum beliau adalah ulama penyebar Islam penerus Walisongo, Walisongo ada pada jaman Kerajaan Demak, sedangkan beliau hidup pada jaman Pajang, jadi estafet penyebaran Islam itu dari Demak ke Pajang, beliau itu adalah penerus dari estafet-estafet para Wali.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Nadina Yuniar Choirunisa

    Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Surakarta

    View all posts

    Add comment