Soloensis

Dulu dan Sekarang

Dulu dan Sekarang
Pasti kalian pernah dengar slogan kita Soeharto “Piye kabare, enak jamanku to?” dari presiden kedua kita yaitu Presiden Soeharto. Slogan ini sangat pas sekali untuk keadaan yang berada di desa Kebon Agung, bukan hanya desa ini saja akan tetapi beberapa desa yang ada disekitar Kabupaten Boyolali juga.
Seperti Desa Kebon Agung RT 03/ RW 04, salah satu desa yang terletak di Kabupaten Provinsi Jawa Tengah, desa ini terletak di sebelah Barat Bandara Adi Soemarmo kecamatan Ngemplak. Pada awalnya desa ini menjadi satu dengan Desa Kebon Agung RT 02/ RW 04 dan sekarang terpisah akibat Jalan Tol yang dibangun ditengah-tengah desa. Dampak dari Jalan Tol ini begitu terasa perbedaannya dari desa yang dulu dengan desa yang sekarang.
Sebelum Jalan Tol dibangun nuansa desa ini tampak asri dan nyaman, banyak sekali pohon-pohon yang rindang dirumah-rumah warga menjadikan suasana desa menjadi sejuk dan nyaman. Desa Kebon Agung pada awalnya memiliki satu masjid yaitu Masjid Nurul Iman yang terletak di tengah-tengah desa, semua kegiatan keagamaan akan dilakukan di masjid ini. Dari melaksanakan sholat lima waktu, pengajian, mengadakan peringatan-peringatan, sholat tarawih, sholat id (hari raya Idul Fitri atau Idul Adha) dan lain sebagainya, semua itu dilakukan oleh semua warga Kebon Agung. Namun sekarang menjadi berubah akibat pembangunan Jalan Tol yang ada di tengah-tengah desa, Jalan Tol ini memisahkan antara dua Rt tersebut dan mengakibatkan tergusurnya masjid Nurul Iman. Dan sekarang berdiri dua masjid yang ada di desa Kebon Agung, yang letaknya sesuai dengan Rt masing-masing, dari hal ini kegiatan-kegiatan keagamaan menjadi terpisah tidak seperti yang dulu lagi “Sekarang ini kalau ingin mengadakan peringatan-peringatan seperti tirakatan atau nyadran sendiri-sendiri, tidak sama-sama kayak dulu lagi” jelas bapak Sudir.
Setelah Jalan Tol selesai dibangun, suasana dan keadaan disekitar desa Kebon Agung sangatlah berbeda. Yang dulunya desa berasa sejuk kini berubah menjadi desa yang berasa panas, hawa panas yang diakibatkan bangunan tol membuat para warga kurang nyaman untuk beraktivitas. Perubahan ini dirasakan oleh Nenek Warsi “Dulu itu kalau musim kemarau datang panas tidak begitu menyengat, namun setelah jalan tol dibangun kini saat musim kemarau datang panas sangat terasa begitu menyengat dan membuat tidak nyaman”. Bukan hanya itu saja, rumah-rumah juga sebagian ikut tergusur banyak keluarga yang pindah rumah dan tidak menetap lagi di desa ini, mata pencaharian warga juga terganggu. Mayoritas warga desa ini kebanyakan petani, banyak sekali sawah-sawah yang tergusur oleh pembangunan Jalan Tol dan membuat warga resah. Namun sawah-sawah yang tergusur mendapatkan ganti rugi sesuai dengan luas sawah mereka.
Setelah Jalan Tol sudah di resmikan dan sudah boleh digunnakan kini suasana begitu ramai, banyak sekali kendaraan-kendaraan yang bermuatan besar lewati Jalan tol dengan kecepatan yang begitu cepat dan membuat kurang nyaman. Karena jika kendaraan tersebut lewat akan ada getaran yang sangat begitu terasa dan suara yang ditimbulkan cukup kencang “Kalau kendaraan yang bermuatan besar lewat pasti saya itu merasakan getaran yang ditimbulkannya, ditamabah kalau malam hari saya begitu merasakannya getarannya seperti lindu dan membuat tidur saya kurang nyaman” jelas Iin. Bukan hanya rumah warga saja tetapi jalan umum yang ada di desa ini juga tergusur dan di ganti dengan jalan Flyover yang dibangun diatas Jalan Tol.
Perbedaan sebelum dan sesudah Jalan Tol dibangun dapat dirasakan oleh semua orang entah itu dari para warga sekitar Jalan tol ataupun pengguna jalan umum. “Dulu itu kalau saya lewat jalan umum ini tinggal lurus aja, kalau sekarng harus naik dulu lewat flyover” jelas salah satu pengendara motor Bapak Juwadi.
“Kalau menurut saya lebih enak itu desa yang dulu bukan yang sekarang, kalau dulu itu saya merasa nyaman dan betah mau keluar rumah kalau sekarang kurang nyaman dan tidak betah kalau mau keluar rumah, soalnya kalau siang-siang itu berasa panas banget jadinya di rumah aja, saya kangen suasana desa yang dulu” jelas Nenek Warsi. Dan perbedaan ini bukan hanya beliau saja yang merasakannya, namun kebanyakan semua warga desa juga merasakanny.
Jadi slogan dari presiden kedua kita memang cocok sekali untuk keadaan yang terjadi saat ini, lebih enak desa yang dulu dari pada desa yang sekarang, namun kita juga harus mensyukuri apa yang telah di jalankan oleh sang pencipta. Kita sebagai manusia hanya bisa menjalankannya saja, tidak bisa memutar waktu atau membalikkan watu.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Desi Rahmawati

    Mahasiswa IAIN SURAKARTA jurusan Broadcasting

    View all posts

    Add comment