Soloensis

Pak Raden

Saya tergolong telat membaca meninggalnya Drs. Suyadi alias Pak Raden. Berita itu saya baca di tengah lalu lalang informasi–penting dan tidak penting–di linimasa Twitter dan Facebook pada Sabtu siang, telat banget.
Pak Raden meninggal pada Jumat, 30 Oktober 2015, malam. Ia meninggal setelah didera macam-macam penyakit, salah satunya infeksi paru-paru. Beberapa tahun terakhir keseharian Pak Raden memang membikin saya sedih.
Pak Raden hidup sangat sederhana, seorang diri, sangat bergantung pada kursi roda untuk mobilitas, dan selalu dibantu para sukarelawan yang tiap haris bergantian datang ke rumahnya di Jl. Petamburan III, RT. 003/004, Kel. Petamburan, Kec. Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Inilah teks di akun Facebook Pak Raden yang saya baca dan saya percayai sebagai sumber informasi tentang meninggalnya Pak Raden.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un telah wafat kakek kami tercinta, guru bangsa, legenda dongeng Indonesia, maestro sketsa Indonesia Drs Suyadi (Pak Raden), pada hari jumat malam jam 22.20 WIB. Mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar besarnya, segala salah, khilaf dan kekurangan. Semoga yang pergi diberikan tempat yang indah, dimasukan ke dalam barisan orang yang beriman, diterima segala amal ibadahnya, menjadikan segala karyanya cahaya yang menerangkan. Aamin ya robbal alamin.”
Konfirmasi saya dapat dari koran Kompas yang saya baca secara detail pada Sabtu sore. Saya telat membaca berita itu karena pada Jumat-Minggu saya memang menjauhkan diri dari media sosial. Saya ingin konsentrasi membaca buku dan menulis. Televisi di rumah saya pun mati. Radio sudah lama sekali tak saya dengarkan.

***

Bagi generasi tanggung seperti saya, lahir akhir 1970-an, pasti akrab dengan Pak Raden dan Si Unyil. Drs. Suyadi sekalius pengisi suara boneka Pak Raden di serial film boneka Si Unyil yang ditayangkan TVRI pada era 1980-an adalah kreator Si Unyil.
Saya mengingat sosok Pak Raden sebagai priayi yang sok gakal, sok kuasa, tak ramah pada anak-anak–karena anak-anak itu selalu usil mengganggu pohon jambu di depan rumahnya yang berbuah ranum-ranum.
Dalam sosoknya yang galak itu, dalam pemaknaan saya ketika saya masih kanak-kanak, Pak Raden bukanlah sosok penjahat. Dia hanya sosok orang tua yang kadang kala–sering malah–tak mau tahu kehendak dan kesenangan anak-anak.
Pak Raden yang galak itu, dalam pemaknaan saya sata masih kanak-kanak, tetaplah orang tua yang harus–mau tidak mau–saya hormati karena saya hanyalah anak-anak yang belum punya nalar yang lurus dan jembar.
Film Boneka Si Unyil karya Pak Raden–Drs. Suyadi–adalah alter ego anak-anak era itu. Si Unyil dan kawan-kawannya, Usrok, Ucrit, Meilani, Bun Bun (adik Meliani), Endut, Khinoi (adik Unyil) yang berinteraksi dengan tokoh-tokoh dewasa seperti Pak Raden, Bu Raden (keibuan dan sangat penyabar), Bu Bariah, Pak Ogah, Pak Ableh, dan lain-lainnya adalah representasi dunia kanak-kanak era 1980-an hingga awal 1990-an.
Sosok Pak Ogah dan Pak Ableh yang usil, sok tahu, suka memalak anak-anak, dalam pemaknaan saya sebagai kana-kanak yang tumbuh di era 1980-an hingga 1990-an adalah sosok orang dewas yang “tidak jahat-jahat amat”.
Pak Ogah dan Pak Ableh memang sering mencegat anak-anak–Si Unyil dkk–dan meminta setoran–memalak–dengan kalimat khasnya,”Cepek dulu doooonggg….” Faktual, dalam serial boneka Si Unyil itu, anak-anak korban “kejahatan” Pak Ogah dan Pak Ableh tak lantas jadi korban 100%. Justru anak-anak itu sering berhasil “ngerjain” Pak Ogah dan Pak Ableh.
Pendek kata, kehidupan kanak-kanak yang disajikan Drs. Suyadi dalam serial film boneka Si Unyil adalah tipikal kehidupan yang lengkap: ada yang baik, ada yang jahat; ada kaya, ada yang miskin; ada yang kuat, ada yang lemah; dan sebagainya, tapi semuanya membentuk sebuah dunia kanak-kanak yang aman.
Saya yang pada era 1980-an itu hanyalah seorang anak yang tumbuh di desa, di kawasan kaki Gunung Merapi di kawasan Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY, sangat menikmati kisah-kisah dan tokoh-tokoh dalam film serial boneka Si Unyil, seakan tanpa jarak sama sekali. Unyil dan kawan-kawannya adalah saya dan teman-teman sebaya saya. Pak Raden, Pak Ogah, Pak Ableh, Bu Bariah, Bu Raden, dan lainnya adalah orang-orang dewasa di sekitar saya.

***

Ketika serial Si Unyil berhenti tayang di TVRI, sosok Si Unyil kemudian muncul di televisi lain dalam serial Laptop Si Unyil. Saat serial ini ditayangkan saya sudah bukan kanak-kanak lagi.
Saat beberapa kali saya menyaksikan serial Laptop Si Unyil, saya menemukan perbedaan yang nyata dengan Si Unyil yang hidup sedesa dengan Pak Raden. Unyil dalam Laptop Si Unyil adalah logika wong kota melihat dan memaknai wong desa.
Laptop Si Unyil bukanlah alter ego–setidaknya beginilah pemaknaan saya yang sudah bukan kanak-kanak lagi ketika menyasikannya–anak-anak. Laptop Si Unyil cuma berperan pencerita yang berjarak dengan kanak-kanak.
Drs. Suyadi pernah menulis sebuah esai pendek terkait karakter Si Unyil. Dia menuliskannya untuk laman Unicef. Saya menemukan tulisan Drs. Suyadi ini di laman goodnewsfromindonesia.org. Berikut kutipan lengkapnya:

Pada April 1982, sebuah film boneka Indonesia berjudul Si Unyil muncul pertama kali di televisi. Hanya dalam waktu singkat, Unyil, si pahlawan, menjadi teman akrab untuk anak-anak Indonesia yang selalu tayang di hari Minggu pagi. Menghibur jutaan penonton kala itu.
Sebenarnya, Si Unyil bukanlah sekedar hiburan. Program ini, selain menghibur, berbicara juga tentang partriotisme, nasionalisme, kesehatan, alam lingkungan, pasukan bersenjata, keluarga berencana, seni dan budaya, dan banyak lainnya yang anak-anak Indonesia harus ketahui.
Tentu saja masih ada tema-tema tentang fantasi. Beberapa cerita Unyil memang maksudkan hanya untuk menghibur anak-anak. Sehingga masih tetap ada cerita tentang dongeng, legenda, dan cerita rakyat.
Dalam pembuatan cerita Si Unyil, kami tetap memperhatikan ide-ide yang sama seperti kebanyakan penulis pertunjukan anak-anak lakukan: Anak-anak menyenangi tindakan, humor, dan ketegangan, meskipun beberapa adegan sedikit direkayasa. Dalam hal film boneka, perhatian utamanya adalah kepada tindakan. Pesannya dilakukan, bukan hanya dibicarakan.
Pemilihan karakternya juga penting, beberapa baik dan beberapa jahat. Sebuah cerita yang hanya memiliki karakter baik akan terasa membosankan. Dalam Si Unyil kami memasukkan karakter antagonis, yang digambarkan dengan Pak Raden yang suka marah-marah dan Pak Ogah yang pemalas, untuk mengembangkan dan mengesankan para penonton.
Bahkan para karakter antagonis itu menjadi yang paling populer. Sehingga memberikan tantangan untuk desainer bonekanya. Meskipun para boneka bisa menyuarakan dan melakukan sesuatu melebihi yang orang bisa lakukan tanpa takut menyinggung, sang desainer harus mampu membuat setiap karakter menjadi berbeda. Misalnya, seorang guru sekolah dan seorang penjahat harus terlihat berbeda satu sama lain.
Entah apakah karakter itu baik atau jahat, mereka harus memiliki daya tarik. Kami telah menemukan bahwa boneka-boneka yang biasa saja, sangat cepat dilupakan. Sedangkan karikaturnya diingat terus menerus. Meski begitu perlu diingat bahwa figur tersebut hanya cocok untuk memnggambarkan orang jahat, penyihir, raksasa, iblis dan makhluk-makhluk mengerikan lainnya.
Indonesia memiliki sejarah yang panjang tentang boneka, dan kebanyakan boneka telah ditampilkan dalam berbagai cara dan bentuk. Si Unyil adalah berbeda. Unyil didesain untuk berkomunikasi dengan anak-anak Indonesia, dan sebagai konsekuensinya dia harus tampil agak sedikit modern. Sentuhan tradisonalnya ada pada cerita yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga saat penampilan even-even seni dan budaya.

Yang jelas, Pak Raden adalah kawan masa kecil saya. Pak Raden membantu saya tumbuh menjadi kanak-kanak yang menuju remaja dan kemudian menjadi dewas serta menua. Selamat jalan, Pak Raden. Saya yakin di surga encokmu tak akan kumat lagi. Terima kasih atas karyamu…. Kini saya kebingungan mencari karya-karya sekualitas karyamu untuk membantu pertumbuhan anak saya… Sekali lagi, terima kasih, Pak Raden.

Apakah tulisan ini membantu ?

ichwan prasetyo

Jurnalis, suka membaca, suka mengoleksi buku, sedih bila buku dipinjam (apalagi kalau tak dikembalikan), tak suka kemunafikan.

View all posts

Add comment