Soloensis

Pemeriksaan Keuangan Investigasi Dana BTT COVID – 19

Indonesia pertama kali mengkonfirmasi kasus Covid – 19 pada Senin, 2 Maret  2020. Saat itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan ada dua orang Indonesia positif terjangkit virus Corona. Karena Covid -19 sudah jelas ekonomi negara akan berantakan serta hal ini membuat adanya pengeluaran pengelolaan belanja kategori belanja tidak terduga.

Belanja tidak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan terjadi berulang kali, seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, serta pengeluaran tak terduga lainnya yang sangat diperlukan untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah pusat/daerah.

Untuk setiap daerah memiliki dana pengelolaan belanja tidak terduga yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah. Setelah dana tersebut digunakan, pemerintah daerah perlu menyusun laporan keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) memberikan gambaran tentang kondisi dan kinerja keuangan entitas. Pada dasarnya, LKPD merupakan sistem pertanggungjawaban atas penggunaan dana publik (APBD). Ada empat kriteria untuk menyatakan pendapat dalam review LKPD tentang kewajaran laporan keuangan pemerintah daerah. Empat faktor tersebut yaitu efektivitas sistem pengendalian internal, kecukupan pengungkapan, Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), kepatuhan terhadap ketentuan perarturan perundang – undangan.

Dalam rangka percepatan pencegahan penyebaran dan/atau penanganan wabah penyakit menular Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang melanda hampir seluruh negara di dunia, maka perlu menyempumakan dan mengatur kembali Peraturan Ibukota Jember tentang Pedoman Pengelolaan Belanja kategori tidak terduga. Tetapi tidak disangka Badan Pengelolaan Keuangan (BPK) menemukan keganjilan dalam Laporan Keuangan Daerah (LKPD) Kabupaten Jember tahun anggaran 2020. Akhirnya BPK memberikan opini tidak wajar pada LKPD tahun anggaran 2020 Pemkab Jember.

Dana Bantuan Tidak Terduga (BTT) dianggarkan oleh Pemkab Jember sebesar Rp 479 miliar yang dana tersebut dikeluarkan pada bupati periode sebelumnya. Dari dana BTT Covid-19 yang terbelanjakan hanya Rp 220 miliar dan realisasi sudah keluar dari rekening kas daerah. Sebanyak Rp 74 miliar memiliki surat pertanggungjawaban tetapi sebesar Rp 107 miliar tidak memiliki surat pertanggungjawaban. Berarti hingga deadline 31 Desember 2021 tidak bisa dipertanggungjawabkan. Jadi seharusnya untuk dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dikembalikan pada rekening kas umum daerah, tapi nyatanya tidak dilakukan. Walaupun begitu dana Rp 107 miliar itu harus tetap dikembalikan karena sudah melewati tahun anggaran yakni 31 Desember 2021. Hal tersebut menjadikan adanya indikasi tidak pidana korupsi dalam pengeluaran dana BTT Covid-19.

DPRD dan Pemkab Jember harus menindaklanjuti temuan BPK sesua dengan Pasal 20 Undang – Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dan selanjutnya DPRD Jember melaporkan temuan BPK kepada aparat penegak hukum dengan syarat pimpinan DPRD Jember dan tim ahli mengkaji terlebih dahulu.

Tetapi BPK diharuskan menilai tentang pengelolaan keuangan sudah sesuai atau tidak dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dan Pemkab Jember hanya memiliki waktu 60 hari dalam memberikan jawaban terkait yang ada temuan. Kewajiban dari Bupati Jember yaitu mengawal dan memastikan untuk menunjuk yang bertanggung jawab terkait temuan BPK tersebut. Ketika BPK merasa jawaban tidak dipertanggungjawabkan maka temuan tersebut boleh ditindaklanjuti aparat penegak hukum. Tetapi laporan ke penegak hukum akan dibuat oleh DPRD bukan Pemkab Jember karena DPRD merupakan lembaga legislatif untuk sisi pengawas.

Selain ada Rp 66 miliar realisasi belanja tim manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis (PPG) tanpa rekapitulasi yang menyebabkan tidak diperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat. Ada juga dana sebesar Rp 68 miliar realisasi pembayaran belanja pegawai yang tidak sesuai dengan SAP dan sebuah kesalahan pelanggaran. Dan juga ada Rp 31,57 miliar utang jangka pendek yang tidak didukung dokumen serta sumber yang memadai.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Vinna Ayus

    Mahasiswi UMM Prodi Akuntansi

    View all posts

    Add comment