Soloensis

Sejarah Kota Kutoarjo

Sejarah kutoarjo atau dulu yang bernama semawung lebih tua daripada purworejo yang dulu bernama brengkelan, Sejarah Kutoarjo dimulai dengan adanya Mataram Islam dan penguasa – penguasanya masih garis keturunana Ningrat/Kraton, sebagian Purworejo sendiri awal mulanya masih kekuasaan kutoarjo tapi karena kekuasaan belanda juga intrik belanda di Kraton, lalu Belanda membuat Kadipaten baru yang bernama Purworejo/brengkelan setelah Pasca Perang Besar Perang Diponegoro dengan mengangkat seorang abdi dalem/mantri gladak menjadi Bupati serta karena prestasinya di mata Penjajah Belanda yang beliau dapat melawan pengikut-pengikut Pangeran Diponegoro salah satunya seperti Gagak pranolo juga Gagak handoko dan sebagainya juga membunuh Pangeran – Pangeran di gunung kelir setelah itu kepalanya disembelih dan ditancapkan di ujung tombak serta diarak. oleh karena tidak memiliki rasa Nasionalisme, Patriotik dan contoh yang buruk bagi generasi muda, DPRD II Purworejo mencari hari jadi lainya hari jadi purworejo dicari pada masa hindu yang gak ada hubunganya sama sekali dengan keberadaan Purworejo, dan bukan dari Bupati pertama Purworejo.
Nama adipati sawunggalih diabadikan dengan nama kereta api kebanggan masyarakat Kutoarjo, sekolah, hotel, poletehnik dan sebagainya. pertanyaannya sekarang kapan kutoarjo menjadi sebuah kota yang sebenarnya? hari jadi kutoarjo tentunya semenjak Tumenggung Djumantoko I menjadi penguasa di kutoarjo.
Tahun 1830 perang Jawa/Perang Diponegoro telah usai sebab Pangeran Diponegoro telah ditangkap di Magelang 25 Maret 1830 dan diasingkan ke Manado yang kemudian dipindahkan ke makasar, Namun Para Pengikutnya masih melakukan perlawanan dimana-mana dengan dukungan para petani yang merasa tertindas dengan diberlakukanya tanam paksa. salah satu daerah yang paling gigih melakukan perlawanan terhadap belanda adalah daerah selatan tanah bagelen yang disebut urut sewu, dimana disana banyak pengikut-pengikut yang setia dan loyal kepada Pangeran Diponegoro. darah setia itu menurun kepada anak turun pengikut Pangeran Diponegoro, salah satu tumenggung yang melakukan perlawanan adalah Tumenggung Surodirjo yang melakuakan perlawanan di daerah Ambal Kebumen, walaupun konon beliau tewas tanpa luka dan di makamkan di pemakaman umum desa Pringgowijayan Kutoarjo.
Pemberontakan di Kutoarjo muncul tahun 1847 yang disusul tahun-tahun berikutnya, perlawanan melawan terhadap kolonialisme dan sistem ekonomi liberal tersebut dilakukan secara grilya yang dinamakan “Kraman”, Kraman adalah suatu perang Grilya dengan melakukan penyerangan terhadap kereta gerobak milik belanda yang melintas di jalan dan kemudian setelah berhasil para penyerang menghilang. Belanda menyebut orang-orang yang melakukan penyerangan kraman adalah Brandal atau Gerombolan Kecu. Perlawanan tersebut berlanjut kadang-kadang dilakukan secara pererongan/individu sehingga kemudian perlawanan tersebut merupakan salah satu tolak ukur keberanian Laki-laki di daerah Kutoarjo.
Sebenarnya banyak penguasa Di Kadipaten Semawung/Kutoarjo yang mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro tanpa sepengetahuan Belanda, makanya untuk mengawasi gerak – gerik para Bupati Kutoarjo Belanda menempatakan pengawas di Dusun Tegal yang sekarang digunakan untuk Kantor Mapolsek Kutoarjo.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    muhammad vieri

    seorang mahasiswa biasa yang ingin menjadi tidak biasa

    View all posts

    Add comment