Soloensis

Sudahkah Guru menjadi Kunci Pendidikan?

oleh : Kombes Pol. Dr. Chrysnanda Dwi Laksana M.Si.

Kaprodi S3 Kajian Ilmu Kepolisian STIK –PTIK

 

Berbicara Guru yang mendidik dan mengajar. Kita mencoba meminta sharing dengan Kombes Pol. Dr. Chrysnanda Dwi Laksana, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi Strata 3 (S3) Ilmu Kepolisian di STIK-PTIK.

Sebagai seorang Polisi, Guru, akademisi dan penulis beberapa buku, tentu  pendapat yang di idealkan dari seorang guru dapat dijadikan referensi untuk menjadi guru yang berkualitas dan berkarakter. Oleh karena itu mari kita menyimak pendapat/ide/gagasan dari mantan Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya ini.

Bagaimana menjadi guru yang di idealkan?

 Menjadi guru yang diidealkan karena bisa menjadi role model Memiliki integgritas, komitmen,kompetensi dan keunggulan

Apakah guru yang mendidik dan mengajar sudah sesuai karakter pendidikan?

Belum tentu karena mendidik merupakan proses menyiapkan, membekali, melatih,memotivasi, memperjuangkan, mentransformasi, menumbuh kembangkan

 Lalu bagaimana implementasinya guru mendidi dan mengajar mampu menjadi kunci pendidikan?

Guru memang harus top, menjadi ikon+role model/ mempunyai keunggulan dam bisa diungggulkan

Sebagai guru Katolik di sekolah Katolik harus melakukan apa?

Meneladan dan menerapkan ajaran Yesus Kristus sebagai Guru Sejati.

Adakah solusi kreatif dan inovatif?

Kemauan,keberanian mencari dan menemukan terobosan baru untk memberdayakan, memperbaiki ,meningkatkan dan membangun

Dalam harian Kompas senin 27 oktober 2014 membahas peran guru dalam pendidkan. Dalam bahasanya menjelaskan guru menjadi kunci dalam penddikan. Guru merupakan tokoh sentral dalam pendidikan untuk mengajarkan, mentransformasi, memotivasi,menginsprasi,  mendampingi, menjadi konsultan bagi murid-muridnya untuk mampu menjadi dirinya sendiri.

 Dalam konteks ini adalah karakter anak didiknya . Spiritualitas guru inilah yang hendaknya menjadi acuan dalam pendidikan berkrakter. Kita masih ingat dan tercatat dalam sejarah bagaimana guru-guru kita mengajar di Malaysia. Mereka mengimport guru-guru handal dari Indonesia untk membangun karater bangsanya. Guru selayaknya ditempakan pada kelas tertinggi sebagai golongan terhormat karena merekalah yang membuka pintu-pintu dan jendela-jendela pengetahuan sehingga dapat majulah peradaban suatu bangsa.

 Pada kenyataanya menjadi guru bukanlah menjadi idola. Karena penghargaan yang kurang, kesejahteraan yang pas pasan. Sehingga banyak guru yang terpaksa mengambil langkah yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang guru. Dengan berbagai alasan, untk memenuhi kebutuhanya, dari memberi bocoran ujian, menjual nilai.

Guru-guru di lembaga pendidikan

Guru dimanapun berada (sekolah formal/informal/kepolisian/ kementrian)  semestinya juga sama dengan posisi guru-guru lainya secara ideal, yaitu punya kompetensi, punya idealisme plus menjadi role model bagi siswa/siswinya untuk melihat seorang  yang profesional, cerdas, bermoral dan modern. Apakah faktanya seperti posisi guru yg ideal? Tentu saja tidak.

Mengapa demikian? Core value yang aktual sekarang ini bukan pada yang ideal. Aparat dilihat sebagai pejabat, petugas  yg dekat dengan penguasa/kekuasaan, yang pandai cari uang, yang pandai melayani, yang loyalitasnya kepada atasan/pejabat hebat setengah mati, jago untuk kasak kusuk dan sogok menyogok.  Mereka bukan profesional melainkan sosok produk hutang budi, produk dekat dengan penguasa dan sebagai safety player. Dengan demikian posisi sebagai guru akan dipandang sebelah mata bahkan terabaikan. Yang lebih parah lagi apabila dijadikan tempat buangan atau penghukuman bagi orang-orang yang bersalah, bermsalah atau diangggap sebagai pembangkang. Hal tersebut tidak boleh terjadi. Dampak pengabaian terhadap guru di lembaga pendidikan adalah buruknya kualiitas sumber daya manusia (SDM).

Tatkala SDM buruk maka produk kinerjanya akan buruk juga yang membuat institusi bercitra buruk yang muaranya ketidak percayaan. Guru darr kata gu yang bermakna kegelapan dan ru membuat terang. Guru ada sang pencerah, yang menginspirasi. Murid akan merekam perilaku sang guru bukan apa yang diomongkan dan ajarkan saja

Guru yang hebat akan menerangkan yang rumit dengan cara yang sederhana. Ia juga sebagai inspirator, motivator, fsilitator, dan pemberi energi positif kepada para muridnya. Guru “digudu lan ditru”. Guru pekerjaan mulia pencetak orang-orang hebat dan ia tetap saja pada posisinya namun jasanya tak lekang oleh ruang dan waktu. Lagu oemar bakri karangan iwan fals menganalogikan  betapa hebatnya perjuangan guru yang disia siakan walau hidupnya penuh perjuangan  dan menghasikan banyak orgpenting dan hebat.

Tatkala akan menghasilkan bangsa yang hebat maka sangat tergantung dari berapa banyak guru yang hebat tersedia. Pasca bom atom di hirosima dannagasaki yang ditanyakan kaisar hirohito adalah, berapa banyak guru yang masih ada. Di sini menunjukan betapa besar perhatian sang kaisar pada SDM sebagai aset utama bangsa.

Tatkala Lembaga Pendidikan akan membangun institusinya menjadi hebat maka guru-guru hebat tersedia di semua lembaga pendidikan negeri atau Swasta. Sebaliknya tatkala tidak tersedia guru-guru hebat atau minimnya guru hebat maka Lembaga pendidikan akan lebih banyak jalan ditempat, dan jangan-jangan  malah mundur kebelakang.

 

Yang menjadi pertanyaan bersama. Sudahkah guru-guru dimanapun posisinya menjadi kunci pendidikan ? (han)

Apakah tulisan ini membantu ?

Add comment