Soloensis

Darwin!! kami ini manusia atau kera?

Darwin, melalui eksperimen dan observasinya selama puluhan tahun ke hampir seluruh penjuru dunia, secara tegas berani berteori bahwa manusia adalah evolusi dari kera. Bahwa “kita” yang sekarang dulunya adalah manusia kera yang telah mengalami struggle-existence (pertarungan untuk hidup), adaptability (kodrat menyesuaikan diri), dan natural selection (seleksi alam).

Orang-orang dengan strata pendidikan alakadarnyapun akan sangat tersinggung ketika nenek moyangnya berjuta tahun lalu disamakan dengan kera (Jawa;kethek). Secara kasat mata, pun akal budi manusia akan menyadari perbedaan dua spesies itu sangat jauh, bagaikan langit dan sumur bor!!

Tan Malaka dalam “Madilog” nya mencoba menyederhanakan pendapat Darwin; Segala jenis di bumi tidak terbikin, melainkan maju menurut hukum evolution (evolusi), hukum pertumbuhan, beribu dan berjuta tahun. Hukum itu menguasai tumbuhan dan hewan, seperti hukum Newton menguasai jalannya bintang dan bumi. Dari protein dan protoplasma sampai ke beberapa sel satu. Evolution tadi terjadi menurut hukum Kimia. Dari sel bertuna satu sampai ke tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia.

Darwin bukan ilmuwan dengan gagasan creation (Penciptaan). Maka, akan sangat sempit dan tidak elegan jika Darwin disanggah dengan logika ketuhanan.

Kita tidak usah repot-repot menyanggah Darwin, dialah yang kemudian secara “ilmiah” pula lewat judul “difficulties of the theory” mengajukan keraguan atas temuannya sendiri.

Mari kira telaah lagi; Seorang ilmuwan, total mengabdi pada ilmunya, secara meyakinkan berteori beserta puluhan fakta; lalu mulai ragu pada pendapatnya, goyah; dan akhirnya terkesan menggantungkan pendapatnya pada penelitian ilmiah yang lebih maju; dan yang didapati sekarang adalah kebalikannya. Temuan baru semakin sukses membuat “The origins of species” menjadi dongeng sebelum tidur.

Lucu atau ironis?

Dari lubuk hati penulis yang paling dalam. Darwin, Darwinisme, serta antek-anteknya adalah simbol kekalahan orang banyak, Darwin hanya kegagalan, bagi manusia yang terjajah gagasan yang kelewat rasional. Syahdan, Darwin menjadi ujung tombak gagalnya kemanusiaan.

Tapi, sebelum sempat bertanya langsung kepada Darwin, kita hanya bisa menebak-nebak; Apa sebenarnya maksud penelitian (lelucon) Darwin?
Jangan-jangan Darwin bukan ilmuwan? Atau Darwin ini sedang berpuisi-metafora?
Lamat-lamat terdengar suara Darwin di telinga kiri penulis. “Aku sudah minta satu masa kepada Tuhan untuk membuktikan pendapatku. Ingatlah lagi sifat organisme; lahir, berkembang, matang, membusuk secara perlahan dan mati. Aku hanya sedang berandai; dulu kalian pada tahap berkembang, secara substansial adalah manusia kera yang tidak bisa berjalan tegap. Sekarang sudah matang menjadi manusia yang berakal budi. Dengan akal kalian merancang teknologi, maju satu langkah ber-evolusi pasca matang. Kalian merancang alat-alat yang menjauhkan kaki pada fungsinya, menjauhkan mulut pada bicara di warung kopi, menjauhkan otak untuk berfikir, dan banyak hal lain. Kalian tau? Dari kejauhan, kalian sudah seperti kera yang kedua tangannya sibuk memegang mainannya, sesekali terlihat heran, tertawa, meringis dan mecucu ala kera gara-gara mainan itu. Dan kalian akan terus menyalahkan teori evolusiku sambil menikmati hasil peradaban, dan simbol-simbol pragmatisme yang lain, yang bikinan kalian. Yang mereduksi kemampuan genetik kalian menjadi setingkat kera. Pragmatisme apa bedanya dengan insting kera?”
“Kalian sudah dalam fase membusuk, tunggulah kematian kalian manusia, bukan sebagai manusia” Lanjutnya

Apakah tulisan ini membantu ?

damarjati

Aktif dalam keanggotaan Komunitas Matakuhati Semarang, yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan. Tinggal di Solo

View all posts

Add comment