Soloensis

MEMAKNAI KELAHIRAN BAYI DALAM TRADISI AQIQAH JAWA

Pagi sekitar jam 5 subuh saya berangkat menuju tempat mbak yani. Dia adalah sahabat kakak saya. 7 hariyang lalu dia baru saja melahirkan seorang bayi. Maka 7 hari setelahnya yakni hari ini saya menuju ke rumahnya untuk membuat vlog islam budaya jawa yang bertema aqiqah. Saya berangkat dengan sepeda dan membawa sebuah kado. Saya juga mencoba mencari beberapa makna dalam tradisi jawa setelah kelahiran bayi selain aqiqaq untuk pembahasan dalam vlog.

Pembahasan pertama tentang ari-ari. Dalam tempat kubur ari-ari terdapat kertas, pensil, tontor, bancakan dan cabe. Semua itu punya makna tersendiri dan dinamakan “Kecok Bakal”. Berdasarkan hasil wawancara pada mbah Sapar, kakek dari mbak yani sendiri, beliau menerangkan tentang makna dari kecok bakal. “Wujudnya takir (wadah ari-ari) tumpeng yang diatasnya diberi cabe merah, ditambah kembang setaman dan telur” kata mbah Sapar. “maknanya itu supaya kehidupan bayi tersebut tenteram, aman, baik-baik saja. Kakang kawah adi ari-ari itu artinya yang keluar (teman atau ari-ari) bersama si bayi ketika dia lahir” tambahnya. Saya juga menanyakan tentang lampu yang sengaja dipasang dan dinyalakan setiap malamnya apakah lampu tersebut juga mempunyai makna tersendiri. “Lampu dipasangnya selama anak itu masih kecil, atau memasuki masa taman kanak-kanak, sudah tidak apa-apa kalau mau dilepas lampu nya” jelas kakek dari mbak Yani itu.

Selain kecok bakal ada juga bancakan. Namun yang saya bahas di vlog bukan bancakan nasi gudang. Tetapi bancakan tukon pasar atau dalam bahasa indonesia syukuran yang semua jenis makanannya dibeli dipasar. Singkatnya jajanan pasar, tapi bukan kue-kue pasar. Didalam bancakan tersebut ada buah pisang, salak, jeruk, timun kacang, bunga, dan beberapa uang. Saya menanyakannya pada mbah Sri Lestari, nenek dari mbak Yani. “Itu saat sembelih kambing dilengkapi tukon pasar (jajanan pasar) supaya sah terpenuhi semua syarat. Uang itu ada untuk nantinya jika terjadi kekurangan buah, jadi nanti beli sendiri, pisang itu jadi komplitannya, pir, salak, timun, itu komplitan dari tukon pasar atau jajanan pasar. Syaratnya itu semua” kata mbah Sri.

Selama disana saya juga mengambil gambar proses perawatan kurban. Dari mulai penggalian tanah untuk menampung darah kurban, proses menyembelih, pengulitan, menghilangkan bulu kambing, pemotongan daging. Tapi itu semua tugas untuk bapak-bapak. Bagian untuk ibu-ibu (tetangga) mereka memasak bersama atau dalam sebutan jawa rewangan. Mereka memasak makanan bancakan yang akan disajikan pada malam aqiqah dan juga bancakan berupa cetingan yang dibagikan pada warga sekitar. Ibu-ibu memasak tahu, sayur krecek atau sambel goreng, tongseng, dan acar. Ada yang sedang memeras santan, memotong wortel. Supaya tidak gabut (bosan) mereka mendengarkan lagu dari Republik-Selimut Tetangga. Sesuai dengan lagu ibu-ibu kekinian.

Malamnya proses aqiqah dimuali. Untuk hiburan keluarga mbak yani memilih rebanan. Lebih islami. Sesuai budaya kini. Karena dahulunya untuk hiburannya, masyarakat jawa memilih dengan adanya wayang. Tak mudah melaksanakan pertunjukan wayang. Perlu waktu lama sampai subuh dan juga biaya yang mahal. Sedangkan keluarga mbak yani memilih menggundang rebanan, lebih sederhana, waktunya hanya sampai jam 10-11 malam, dan juga lebih islami. Proses dengan melakukan sholawatan, pemotongan rambut bayi, makan bersama keluarga. Itulah proses dari awal hingga selesai aqiqah.

RIKA ARDIYAWATI 161211057

 

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Rika Ardiya

    Mahasiswa KPI16 IAIN SURAKARTA

    View all posts

    Add comment