Soloensis

Mengunjungi (Bekas) Penjualan Terbesar Opium

Di masa lalu, nama Golden Triangle bisa jadi mengalahkan kepopuleran Afghanistan sebagai produsen barang haram. Bersama-sama dengan sebagian kecil wilayah Afghanistan, Golden Triangle menjadi salah satu daerah penghasil opium terbesar di Asia dan dunia pada 1950-an. Sebagian besar heroin dunia berasal dari Golden Triangle sampai awal abad 21 ketika Afghanistan menjadi produsen terbesar di dunia.

Nama Golden Triangle barangkali masih asing di telinga kita semua. Afghanistan rasanya terdengar lebih familer dibandingkan Golden Triangle, bukan? Lalu dimanakah Golden Triangle itu? Golden Triangle merupakan sebuah kawasan seluas 950.000 Km persegi yang masuk ke wilayah tiga negara yaitu Thailand, Myanmar, dan Laos. Membayangkan masa-masa keemasan Golden Triangle sebagai produsen barang haram, pastilah yang terbayang di kepala adalah sebuah kota yang makmur, penuh gemerlap lampu-lampu, selayaknya Las Vegas. Seberapa berpengaruhnya bisnis barang haram ini terhadap tingkat kemakmuran warga yang tinggal di perbatasan ketiga negara tersebut?

Rasa penasaran atas jawaban pertanyaan-pertanyaan itulah yang membuat kami (saya dan dua teman dari Solo) memutuskan melebarkan langkah kaki-kaki mungil kami hingga ke Golden Tringale pada 14-22 April 2012 lalu. Sebenarnya ini merupakan perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan (tapi toh kami hepi-hepi aja sekali pun harus bergonta-ganti kendaraan umum). Kami harus berjam-jam naik kendaraan umum melalui perjalanan darat (bisa by bus maupun kereta api). Terlebih lagi kami memilih Kuala Lumpur, Malaysia, sebagai starting point. Padahal kalo Anda cermati di peta, Golden Triangle berada di ujung paling atas sementara KL ada di bawah sini dekat Indonesia (ah, kalo hanya ngebayangin susah ya, idealnya sambil melihat peta hehe…).

Era kejayaan Golden Triangle memang telah berlalu. Kini, kawasan tersebut menjadi salah satu daya tarik wisatawan. Ada paket wisata Golden Triangle yang bisa dinikmati turis. Saya mencoba memeras otak saya mati-matian, tapi mohon maaf, saya benar-benar lupa berapakah harga paket tersebut. Yang jelas, paket wisata Golden Triangle menawarkan destinasi lainnya juga misalnya sumber air panas di Chiang Rai. Pada hari H, kami dijemput pengelola wisata Golden Triangle dengan sebuah mobil minivan. Di dalam mobil tersebut sudah ada wisatawan asing dan hanya kami bertiga yang berasal dari Asia Tenggara…hehehe… Obyek demi obyek kami kunjungi dan sama seperti kami, para turis yang semobil dengan kami, terlihat kurang bergairah menikmati obyek-obyek tersebut. Sepertinya, sama dengan kami, mereka memang pinginnya liat Golden Triangle.

Golden Triangle benar-benar jauh dari bayangan kami! Kami tiba di tepi Sungai Mekkong. Penampakan sungai tersebut yah mirip-mirip Sungai Bengawan Solo, hanya lebih lebar. Setelah itu kami semua disuruh naik ke perahu. Perahunya kurang lebih sama seperti perahu yang dipergunakan untuk melintasi Sungai Chao Phraya, Bangkok. Perahu tradisional yang sangat sederhana. Sekali pun demikin, semua penumpang di perahu tetap disuruh pakai pelampung ( di kita, mana ada? Lha wong saya menyeberang dari Teluk Penyu ke Nusakambangan aja naik perahu, semua penumpang tidak dikasih pelampung kok. Kalo enggak diminta, operator perahu tdk ngasih. Tapi kalo di Chao Phraya atau Sungai Mekkong, tanpa diminta tetap dikasih pelampung). Baiklah, kita kembali ke Sungai Mekkong. Setelah menempuh perjalanan selama 10 menit, perahu berhenti di tengah-tengah sungai. Dengan bahasa Inggris berlogat Thailand, si pemandu menjelaskan (yang artinya kurang lebih) ini dia kita sudah sampai di Golden Triangle, di sebelah sana Myanmar, di sebelah sana Thailand, dan itu Laos… ujar dia sambil melambaikan tangan ke sana ke mari.

Lalu, dia menjelaskan tentang bisnis opium di masa itu. Setelah itu, perahu berjalan ke arah (yang dia sebut) perbatasan Laos. Lalu kami semua diturunkan di sana. Dalam bayangan saya, kami akan melihat bekas-bekas pabrik opium dan sebagainya…eh ternyata kami salah sangka. Setelah janjian satu jam lagi kita berkumpul di sini dan semua turis mendapat visa on arrival, kami langsung masuk ke pulau tersebut. Alih-alih melihat pabrik opium, kami hanya melihat puluhan kios aneka suvenir dan makanan. Lho? Lha ini mana bekas-bekas kejayaan opiumnya? Setelah itu, kami diangkut kembali ke dermaga di Thailand. Buah tangan yang dijual sangat beragam mulai dari kaus bergambar bunga popi hingga ke bunga popi. Tentu saja, yang terakhir ini hanya tiruan karena sekarang (kata si pemandu wisata) ladang bunga popi sudah tak ada. Sebetulnya saya pingin sih membeli bunga popi plastik itu tapi setelah dipikir sejuta kali, akhirnya saya batalkan. Takutnya, barang tersebut hanya mendatangkan masalah di imigrasi aja…apalagi saya harus melewati 3 batas negara yaitu Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Wadhew! Bisa-bisa memancing perdebatan panjang nih dengan petugas imigrasi.

Baiklah. Sampai di situ saja petualangan kami di Golden Triangle. Rasanya sedikit menggondok juga sih karena kami merasa seperti tertipu hehehe… Tapi kalo Anda mau bikin foto di tengah-tengah ladang bunga popi, bisa kok…itung-itung sebagai pelipur lara karena hanya melihat sungai dengan air berwarna cokelat keruh! Ada banyak jasa foto seperti itu ditawarkan di sana. Tapi kami sudah kadung “sakit hati” sehingga kami memutuskan hanya membeli kaus bergambar bunga popi dengan tulisan huruf Thailand yang pating plungker seperti aksara Jawa itu. Yah, mungkin suatu saat nanti kita bisa bikin paket wisata serupa di Sungai Bengawan Solo… mungkin kita bisa jual dulu ini merupakan perlintasan kapal-kapal dagang dan semacamnya ya. Pasti seru juga membawa turis-turis asing ke tengah-tengah sungai, lalu kita melambaikan tangan ke sana ke mari sambil menjelaskan di sana dulu ada dermaga yang didarati perahu-perahu dari India atau dari mana gitu kek…hehehe….(*balas dendam ya?)

Apakah tulisan ini membantu ?

Astrid Prihatini Wisnu Dewi

i love travelling sooo much!

View all posts

Add comment