Soloensis

berkah baca koran solopos

Sebelum aku mulai bercerita. Terlebih dulu aku ingin bertemi kasih sebanyak-banyaknya kepada koran Solopos yang sudah sejak dulu ingin aku sampaikan, cuman belum datang kesempatan itu. Nah, mungkin inilah kesempatan itu.

Pengalaman ini adalah pengalaman yang sangat berkenang dalam hidupku. Aku sendiri masih selalu merasa seperti baru kemarin saja peristiwa ini terjadi, padahal sudah berlalu lebih dari 7 tahun.

Seperti memutar mundur roda waktu kembali ke zamanku masih duduk di bangku sekolah. Saat itu adalah libur panjang sekolah untuk kenaikan kelas, dari kelas 1 menuju kelas 2 SMA. Karena sekolahanku adalah sekolah yang ber-asrama, jadi ketika libur sekolah semua murid pulang ke kampung halaman masing-masing, termasuk diriku.

Sungguh membahagia karena rumah keluargaku tinggal adalah kota Solo yang terkenal dengan budayanya. Sampai-sampai beberapa temanku yang pernah berkunjung ke rumahku ingin lagi bisa main ke Solo. “Karena jalan-jalan di kota Solo tak pernah membosankan!” Ujar salah satu temanku.

Liburan di rumah ditemani keluarga memang kesempatan paling langka bagiku karena kehidupanku hampir sepenuhnya aku jalani asrama sekolah (pesantren). Maka pagi itu aku duduk di sofa rungan tamu rumahku sambil baca koran (kesayangan) Solopos dengan ditemani secangkir teh hangat.

Emang disayangkan kalau koran yang aku baca adalah koran yang sudah lewat tempo hari bahkan minggu. Tak jadi masalah buatku, karena menurutku tak ada info yang kadaluarsa ditelan waktu.

Tak lama kemudian bapakku datang dari rumah temannya yang sedang pindahan rumah. Beliau ke sana dalam rangka membantu berkemas-kemas dan pulang ke rumah membawa setumpuk barang bekas. Ada diantaranya adalah buku-buku bekas yang sudah usang sekali.

Memilah-milih buku yang mungkin masih bisa digunakan, tak disangka aku menemukan beberapa jilid tebal buku cerita Wayang bergambar atau komik Wayang. Sontak aku lari ke tumpukan koran-koran Solopos yang aku baca tadi dan membuka-buka kembali lembaran berita.

“Aha…!” sorak diriku. Bapakku yang melihat tingkahku hanya memandang dengan rasa keherana. Melihat ekspresi wajah beliau seperti, akhirnya aku coba terangkan kepadanya bahwa komik-komik lawas ini bisa kita jual dengan harga yang fantastis.

Aku tunjukkan selembar berita dari koran Solopos yang dicantumkan dalam rubrik “Hobi” bahwa ada sekelompok kolektor buku-buku lawas yang hobi mengoleksi komik-komik Wayang. Sampai mereka mau menghargai setiap komiknya dengan harga mahal.

Beranjak dari berita itu, aku dan teman bapakku menelusuri alamat yang tertera di koran. Alamat tersebut membawa kami ke sebuah tempat, di salah satu sudut alun-alun selatan kota Solo. Ke arah selatan dari masjid Agung dan tak jauh pula dari gerbang alun-alun selatan.

Setelah bertemu dengan salah seorang Kolektor yang namanya kami kenal dari koran dan bernegosiasi. Lewat bantuan informasi yang aku dapat dari berita koran Solopos, negosiasi kami berjalan mulus. Bahkan saat itu pula aku membawa lembaran koran tersebut untuk peganganku.

Alhasil, aku pulang ke rumah dengan senyum lebar di wajahku sambil mengantongi uang sekitar Rp 450.000,- rupiah. Dari 4 jilid komik lawas yang dihargai 100 ribu per-jilidnya dan 1 jilid dihargai 50 ribu. Alhamdulilah… ya Allah!

Secara pribadi dari hati yang paling dalam aku ingin menucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya untuk Solopos. Sekali lagi terima kasih Solopos semoga semakin bersinar di masa depan.

#Soloensis

Apakah tulisan ini membantu ?

mas haries

saya seorang jomblo, kegiatan sehari-hari membantu administrasi di pesantren

View all posts

Add comment