Soloensis

Opini : Museum Keris Nusantara Surakarta Cenderung Sepi

Pada kesempatan hari ini saya akan menulis kegelisahan saya terhadap masyarakat yang kurang peduli atau kurangnya minat terhadap salah satu kebudayaan khas daerah. Tulisan saya ini akan mengambil salah satu contoh yang berada tidak jauh dari saya, yaitu di Museum Keris Nusantara di Kota Surakarta. Mengapa saya mengambil contoh Museum Keris Nusantara di Kota Surakarta? Di sini saya mengambil contoh Museum tersebut karena tidak jauh dari daerah saya tinggal, yaitu tinggal di Gemolong, Sragen. Sejak pertama kali saya mengunjungi Museum Keris Nusantara di Kota Surakarta ini untuk mengerjakan beberapa tugas dan saya merasa prihatin terhadap keadaan Museum Keris Nusantara di Kota Surakarta.

Museum Keris Nusantara Kota Surakarta terletak di Jl Bhayangkara Solo (Bersebelahan dengan Stadion Sriwedari Solo). Museum ini telah diresmikan oleh Presiden Indonesia, Bp. Joko Widodo pada Hari Rabu, 9 Agustus 2017. Berbagai koleksi keris dan tombak jawa dapat disaksikan di museum ini, lengkap dengan informasi pendukungnya. Museum Keris Solo memiliki 4 lantai ini juga dilengkapi dengan lift dan tangga. Selain itu, prasarana ruang audio visual, perpustakaan, dan diorama juga sudah disediakan di tempat ini.

Museum Keris Surakarta memiliki 5 lantai. Ruang pemajangan keris dimulai dari lantai 2 sampai lantai 4. Lantai paling bawah digunakan sebagai parkiran. Di lantai 1, selain ada meja penerima tamu dan tempat loker, ada juga ruang audio visual. Di lantai 2 ada pajangan keris, pedang, tombak, tempat restorasi keris, tempat bermain anak, dan perpustakaan yang dilengkapi dengan buku bacaan tentang keris. Di museum ini terdapat 400 buah keris yang berasal dari berbagai daerah di Solo raya yang dihibahkan maupun dipinjamkan dari kolektor keris dan masyarakat umum. Jika dihibahkan, maka keris akan menjadi milik museum sepenuhnya namun jika keris dipinjamkan maka akan dikembalikan satu hingga dua bulan kemudian. Koleksi keris yang ada di museum ini seringkali berganti atau berubah koleksinya tergantung pada keris yang masuk di bagian arsip museum. Jadi koleksi keris tidak paten namun selalu diperbaharui.

Pemerintah Surakarta memiliki tujuan dari dibukanya museum keris ini adalah untuk media edukasi agar keris dapat dikenal dengan baik oleh masyarakat sebagai warisan budaya Indonesia. Menurut Ujang selaku Guide Tour di Museum Keris Nusantara di Kota Surakarta ini Rata-rata pengunjung yang datang ke museum ini sekitar beberapa orang saja, padahal museum ini memiliki banyak fasilitas penunjang yang disediakan untuk pengunjung. Untuk sekolah atau lembaga pendidikan yang ingin bekerjasama, pihak museum menyediakan program edukasi kepada pelajar mengenai keris yang terdapat di museum, mulai dari sejarah keris di Indonesia, penyebarannya, bahan baku pembuatan keris, para sejarawan dan pegiat keris hingga bentuk-bentuk keris dan cara merawatnya.

Hal tersebutlah yang menjadi kegelisahan saya sebagai mahasiswa yang peduli akan kebudayaan, yaitu kurangnya antusias dan minat masyarakat terhadap budaya jawa khususnya senjata keris itu sendiri. Padahal dilihat dari segi bangunan, suasana, dan pelayanan di Museum Keris Nusantara Surakarta ini juga tidak begitu buruk. Bangunannya juga sangat megah dan penataannya rapi. Suasana yang ada disana juga nyaman dikarenakan sudah full AC dan disetiap ruangannya bersih dan harum. Pelayanan Museum Keris Nusantara Surakarta juga ramah, karena ketika saya membutuhkan Tour Guide untuk tugas saya, Tour Guide tersebut melayani dengan setulus hati tanpa pamrih. Selain dari segi bangunan, suasana, dan pelayanannya, museum ini juga tidak begitu mahal untuk semua kalangan, yaitu Pelajar: Rp.5.000 (hari biasa) – Rp7.500 (hari libur) dan untuk umum: Rp.7.500 (hari biasa) – Rp10.000 (hari libur).

Maka dari itu hal tersebut menjadi kegelisahan saya selama ini, karena museum ini merupakan fasilitas negara yang memiliki manfaat sangat besar untuk pelestarian Budaya Jawa, khususnya senjata keris ini. Jika kurangnya antusias dan minat masyarakat terhadap Budaya Jawa ini terus menerus terjadi akan membuat kita merasa tidak memiliki kebudayaan tersebut, dan kita akan selalu mengikuti arus globalisasi tanpa mengiat kembali kebudayaan kita sendiri. Sebenarnya hal itu tergantung dari kepribadian masing – masing individu. Seharusnya orang tua bahkan kampus atau sekolah tidak capek – capeknya mengenalkan Budaya kita sendiri khususnya Budaya Jawa kepada anak/murid/mahasiswa.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Achmad Abdul Azis

    Mahasiswa IAIN Surakarta
    Nim : 161211004

    View all posts

    Add comment