Soloensis

Malioboro yang Gak Pernah Jomblo

Djogja, Djogja, tetap istimewa, istimewa negerinya, istimewa orangnya
Djogja, Djogja, tetap istimewa, istimewa negerinya, istimewa orangnya
Djogja istimewa untuk Indonesia
Begitulah penggalan lagu dari grup Jogja hip hop foundation mengenai kota Yogyakarta. Kota itu memang pantas disebut istimewa, diantara 32 provinsi di Indonesia. Jadi gak heran jika Yogyakarta menjadi sebuah kata “Rindu” bagi siapa saja yang mengunjunginya, layaknya pasangan kekasih yang sedang menjalin Long Distance Relationship (LDR) kalau gak ketemu rindu, kalau ketemu malah bingung karena banyaknya cerita yang mau diceritakan sehingga lupa harus mulai dari apa. Begitulah Yogyakarta dalam gambarannya. Yogyakarta selalu menjadi pilihan tempat yang wajib di kunjungi, dia memiliki banyak cerita dan sejarah di setiap sudutnya. Berbicara tentang LDR, mungkin wilayah ini tidak akan cocok dengan sebutan itu, karena wilayah ini yang gak akan pernah Jomblo. Begitulah Malioboro namanya.
Malioboro pusat keanekaragaman Yogyakarta. Kalau di ibaratkan, malioboro itu seperti Dongdaemunnya Indonesia, kamu bisa temukan apa saja di sana, mulai dari gaya, makanan, hingga aksesoris. Jalan itu seperti kenangan bagi siapa saja.
Kenapa? Karena kamu akan terus bertemu orang baru di sepanjang jalan malioboro itu, ya orang baru. Entah dari dalam kota, luar kota atau bahkan luar negeri. Dimana kamu akan melihat para penjual yang menjual barangnya, melihat warung makan yang sudah sibuk dengan pesanannya, tukang sate yang menyebarkan baunya. Jalanan itu terasa penat dari jam ke jam, seperti semakin sore makin banyak orang yang berusaha menyusuri jalan Malioboro. Dia gak akan pernah Jomblo, karena setiap hari mungkin sudah ratusan bahkan ribuan orang telah menginjakkan kaki mereka. Ada yang hanya nongkrong bersama teman, ada juga yang memotret jalanan hingga hanya bermalam mingguan dengan pacar. Malioboro seperti menjadi jalan kenangan bagi siapa saja yang melewatinya.
Ruang Ekspresi & Nostalgia
Hari semakin gelap dan para musisi jalanan yang siap beraksi menampilkan semua kelebihan mereka di hadapan pengunjung. Mulai dari komunitas angklung hingga live music di titik nol kilometer Yogyakarta, di iringi oleh lampu-lampu jalan dan delman-delman yang berjalan sambil membawa penumpang. Semua terasa istimewa pada setiap malam, entahlah malioboro yang tak akan pernah membosankan. Dia seperti menjadi ruang inspirasi bagi anak muda yang mengunjunginya, seperti ruang nostalgia bagi para lansia yang duduk di pinggir jalan. Begitulah malioboro yang tidak akan pernah merasa kesepian.
“ya kalau disini kita serasa bisa ngapain aja, kadang kesini gegara gabut atau mungkin karena tugas kuliah yang banyak. Jadi kalau kesini kaya ngilangin stres” kata Dila, Mahasiswa UGM jurusan Ilmu Sejarah asal Makasar. Malioboro penghilang rasa stres, ya mungkin bisa dibilang seperti itu. Jalanan yang selalu menyajikan keramaian, menyajikan kuliner menggiurkan, penampilan yang unik membuat siapa saja semakin merindukannya.
Musik angklung yang cocok dengan malam itu, angklung yang dipadukan dengan musik dangdut, berbagai orang ikut kedalamnya. Bernyanyi bersama walau beda bahasa, budaya dan adat istiadat. Tapi menjadi satu layaknya sebuah Bhinneka Tunggal Ika, dimana kita berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Entah anak muda dan lansia ikut menari, seakan-akan mereka lupa dengan umur mereka. Begitulah Malioboro yang tidak memberi jeda bagi pengunjungnya, berkarya boleh tapi hal yang positif.
Sekali, dua kali atau bahkan sepuluh kali bukan menjadi hal yang membosankan bagi sebagian orang. Malioboro seakan menjadi wisata yang wajib dikunjungi saat berada di Yogyakarta, berjalan di sana bagaikan olah raga yang menyehatkan. Bagaimana tidak? Jalan yang terbentang kurang lebih hampir 2,5 km itu berhasil dilewati beberapa orang, tanpa mereka khawatir akan kelelahan di perjalanan. Para pedagang yang berjejeran sambil menawarkan dagangannya, para becak dan delman yang menawarkan tumpangannya hingga pernak-pernik di sepanjang jalan membuatnya semakin mempesona.
Seperti itulah gambarannya, malioboro hari senin hingga hari minggu tak ada bedanya, semua orang datang silih berganti, dengan motif yang berbeda-beda. Malioboro yang tak pernah kesepian, dia seperti sebuah lorong inspirasi bagi siapa saja yang menginjakkan kaki disana, keindahannya membuat oarng lain ingin selalu kesana dan mengunjunginya lagi dan lagi.
“bahkan jika suatu hari nanti, saya udah gak di jogja, entah itu liburan atau bisnis atau apapun, aku mungkin akan mencoba untuk selalu mungunjungi Yogyakarta. Bukan karena sekolah disini, tapi karena memang Yogya menawarkan hal berbeda dari kota lain” sahut pengunjung lain, Khoir. Seorang mahasiswi ilmu sejarah UGM berasal dari Rembang.
Melalui perbincangan saya dengan beberapa pengunjung mengenai keinginan mereka untuk datang lagi kesini bukanlah tanpa alasan. Bagi sebagian orang malioboro sudah menjadi alat penghilang stres dari segalah masalah hingga sebagai ruang ekspresi dan nostalgia.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Arlin Dwi S

    saya adalah seorang mahasiswi IAIN Surakarta di jurusan Brodcasting, dimana salah satu mata kuliah terdapat materi mengenai jurnalistik online dan teknik reportase, dengan soloensis wadah yang telah diberikan pak Ichwan, kepada mahasiswanya membuat saya tertantang ingin menulis informasi disini, sehingga selain dapat informasi mengenai dunia luar tetapi juga belajar menulis yang baik dan benar.

    View all posts

    Add comment